Liga sepak bola manakah yang paling terkenal didunia saat ini? Jawabannya mungkin Premier League. Manakah klub sepakbola paling populer didunia? Jawabannya mungkin Manchester United. Siapakah pesepakbola paling tampan di dunia? Mungkin semua menjawab David Beckham.
Semua orang tahu jawaban-jawaban tersebut identik dengan negeri Ratu Elizabeth, Inggris.
Coba jawab pertanyaan berikut, siapakah pelatih asli Inggris yang berhasil mengantarkan timnya juara liga semenjak bergulirnya era Premier League? Jawabannya: TIDAK ADA.
Ironis memang, disaat liga Premier Inggris disebut-sebut sebagai salah satu liga paling bergengsi di muka bumi dengan klub-klubnya yang menjadi favorit banyak penduduk bumi, pelatih-pelatih asal Inggris seperti hanya menjadi penonton di rumah sendiri. Kalah bersaing dengan ekspansi-ekspansi pelatih asing yang silih berganti menjuarai Premier League dengan membawa permainan khas negara asalnya.
Kompetisi Premier League memang semakin berwarna dengan kehadiran pelatih-pelatih asing. Pelbagai gaya permainan ada disni mulai dari tiki taka-nya Spanyol dengan Pep Guardiola, catenaccio-nya Italia, sentuhan permainan latin dari pelatih-pelatih Portugal sampai Total Football ala Belanda ada disini.
Lalu kemana gaya bermain Kick n Rush? Gaya permainan khas Inggris dengan umpan bola-bola panjangnya tersebut seolah hilang, tak mampu bersaing dengan gaya-gaya permainan baru yang datang menyerbu, tenggelam bersama dengan para penerusnya (pelatih).
Perhatikan daftar klasemen Premier League musim ini, dari sepuluh tim teratas, semuanya dilatih oleh pelatih asing seperti pelatih asal Spanyol, Pep Guardiola (Manchester City, Posisi 1), Unay Emery (Arsenal, 5) dan Javier Garcia (Watford, 10).Â
Lalu masih ada pelatih asal Portugal, Nuno Espirito Santo (Wolverhampton, 7) dan Marco Silva (Everton, 8). Pelatih asal Jerman, Jurgen Klopp (Liverpool, 2). Pelatih asal Italia Maurizio Sarri (Chelsea, 3). Pelatih asal Argentina Mauricio Pochettino (Tottenham, 4), Pelatih asal Norwegia, Ole Gunnar Solskjaer (Manchester United, 6), dan Pelatih asal Irlandia Utara Brendan Rodgers (Leicester City, 9).
Lalu di manakah pelatih-pelatih asal Inggris? Dari 20 tim peserta, hanya lima tim yang ditangani langsung oleh pelatih asal Inggris yaitu Roy Hodgson (Crystal Palace, 12), Eddie Howe (Bournemouth, 13), Sean Dyche (Burnley, 15), Neil Warnock (Cardiff City, 18) dan Scott Parker (Fulham 19).
Neil Warnock dan Scott Parker sendiri sudah dipastikan tidak mampu membawa timnya bertahan di Premier League musim depan dan harus turun ke Divisi Championship.
Sebenarnya masih ada lagi pelatih asal Inggris yaitu Mike Stowell (Leicester City), Kelvin Davis (Southampton) dan Mark Hudson (Huddersfield) yang sempat melatih namun sudah dipecat akibat buruknya performa klub.
Prestasi tertinggi pelatih-pelatih asal Inggris sejak era Premier League bergulir musim 1992/93, hanya sebatas posisi runner up yaitu pada musim 1995/96 dan 1996/97 melalui Kevin Keegan dengan Newcastle United.
Lalu bagaimana dengan kompetisi tingkat Eropa?Â
Terakhir kali pelatih asal Inggris yang merajai Eropa adalah Joe Fagan saat mengantarkan Liverpool juara Piala Champions musim 1983-1984 dan Keith Burkinshaw di Piala UEFA bersama Tottenham di musim yang sama.
Padahal sejak musim 1998/99 sampai musim 2017/18 atau dalam 20 tahun terakhir, klub-klub Inggris mulai diperhitungkan kembali dalam perburuan gelar di liga-liga Eropa dengan menempatkan 17 finalis dengan total empat gelar Liga Champions dan tiga gelar Liga Europa dengan Manchester United, Liverpool dan Chelsea menang secara bergantian.
Dan lebih hebat lagi pada musim ini, klub-klub Inggris kembali berjaya dengan menempatkan empat tim sebagai finalis pada kedua kejuaraan tersebut dan memastikan gelar juara bagi Inggris. Namun lagi-lagi tidak ada pelatih asal Inggris disana.
Diawali Tragedi Heysel
Tragedi yang terjadi sebelum pertandingan final Piala Champions antara Juventus melawan Liverpool musim 1984/85 tersebut menewaskan 39 orang tersebut menyebabkan klub-klub Inggris dilarang bermain selama 5 tahun di level kompetisi tingkat Eropa.Â
Begitu juga pada saat tragedi Hillsborough tahun 1989 saat Liverpool bertemu Nottingham Forest di semifinal Piala FA yang menewaskan 96 orang menyebabkan pemerintah Inggris menjatuhkan kesalahan pada para suporter.
"Terakhir kali pelatih Inggris merajai Eropa adalah Joe Fagan, Liverpool juara Piala Champions 1983-84 dan Keith Burkinshaw di Piala UEFA bersama Tottenham di tahun yang sama."
Akibat kebijakan pemerintah Inggris yang dianggap tidak adil inilah dicetuskannya pembentukan liga baru dengan nama Premier League yang diprakarsai oleh lima direktur klub yaitu Martin Edwards dari Manchester United, Noel White dari Liverpool, David Dein dari Arsenal, Philip Carter dari Everton dan Irving Scholar dari Tottenham Hotspur.
Kompetisi baru ini mendapatkan sokongan dana dari pemilik Sky, Rupert Murdoch yang membeli hak siar dan membagikan keuntungan yang besar bagi para pesertanya.
Dengan keuntungan dari penjualan hak siar yang meningkat, sejak saat itulah bertebaran pelatih dan pemain asing yang direkrut untuk memperkuat klub.Â
Belum lagi sokongan dana dari pemilik klub yang menginginkan cara instan meraih kesuksesan dengan cara merekrut pemain dan pelatih terbaik berapapun harganya yang dimulai oleh Abramovich di Chelsea dan diteruskan oleh Mansour Sheikh bersama Manchester City.
Hal yang wajar, dikarenakan sepakbola yang sudah menjadi industri, klub-klub berorientasi kepada keuntungan dengan uang sebagai kuncinya.Â
Jadi, berapapun harga yang harus dibayar untuk menjadi juara akan dilakukan karena pada akhirnya, tim yang keluar sebagai juara (sekarang minimal lolos ke Liga Champions yang penuh dengan gemilau dollar) sudah pasti akan terdongkrak keuntungan.
Lalu apakah industri sepakbola Inggris yang harus disalahkan atas hilangnya prestasi pelatih-pelatih Inggris? Pertanyaan yang susah-susah gambang untuk dijawab karena selain aspek keuntungan klub, ada juga aspek lain seperti sponsor, suporter dan tuntutan prestasi serta institusi pelatih itu sendiri.
Dengan banyaknya pelatih-pelatih yang bergelimang prestasi dan gaya sepakbola yang beraneka ragam, para pelatih dari Inggris harus mengambil pelajaran dan mengembangkannya bersama gaya Kick n rush yang sudah melegenda.
Mungkinkah para pelatih-pelatih asal Inggris tersebut memang sudah puas, hanya untuk menjadi tamu di kompetisi sendiri? Entahlah, tidak ada yang tahu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H