Mohon tunggu...
Tsabit Muhammad Al Azam
Tsabit Muhammad Al Azam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

"Allah tidak akan mengubah suatu kaum,jika kaum itu tidak merubah nasibnya sendiri"

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Keindahan Sederhana di Saukobye, Cerita Tentang Kebaikan, Kebersamaan, dan Kenangan

22 Oktober 2024   17:46 Diperbarui: 22 Oktober 2024   17:50 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap hari di Saukobye selalu diwarnai oleh nyanyian riang anak-anak, dengan logat Papua yang khas. Pemandangan mereka mengunyah pinang sambil bercengkerama menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat. 

Mereka sangat ramah dan terbuka terhadap pendatang, selalu antusias mengenalkan kebiasaan serta budaya lokal. Saat kami mengalami kesulitan, mereka tak segan membantu, mulai dari mengajak memancing di pantai, berjalan-jalan ke tempat favorit mereka, hingga membawakan kelapa muda untuk dinikmati bersama.

Bagi saya, orang Papua selalu menyambut tamunya dengan sangat baik. Mereka berpikir, "Bagaimana caranya menjadikan orang asing sebagai keluarga, agar saat kembali ke tanah asal, mereka membawa cerita baik tentang Papua." 

Antusiasme mereka terhadap hal-hal baru yang mungkin sebelumnya belum mereka pahami sangatlah besar. Kita pun dengan penuh rasa ingin tahu mendengarkan dan mempelajari hal-hal yang mungkin belum pernah kita alami di tempat asal kita.

Saya sangat bersyukur diberi kesempatan berinteraksi dan belajar banyak dari mereka. Ketika pertama kali melihat pohon jambu kecil di belakang posko, mereka dengan penuh semangat menjelaskan tentang buah jambu itu, sampai detail warna-warnanya. 

Kami bersama-sama membuat rujak jambu, makan bersama di dalam posko sambil berbagi cerita tentang kehidupan di Kampung Saukobye. Anak-anak bahkan mengajak saya mencoba makan pinang untuk pertama kalinya. Mereka dengan sabar mengupas pinang agar saya bisa mencicipinya.

Kami juga mengadakan acara yang disebut "Pesta Rakyat," acara puncak yang melibatkan adik-adik di kampung. Mereka menampilkan tarian Yospan dan ada pengumuman pemenang lomba kemerdekaan. 

Sebelum acara tersebut, kami mempersiapkan semuanya dengan baik. Kami menghias panggung dan melibatkan anak-anak SMP dan SMA untuk membantu membuat hiasan origami. Kami belajar bersama, mengikuti tutorial di YouTube, dan mereka pantang menyerah sampai berhasil membuat origami yang diinginkan.

Kami sering mandi bersama di mata air "Kali Wabab," tempat semua aktivitas warga berlangsung, seperti mandi, mencuci baju, dan mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari. Saat mandi, saya menawarkan sampo dan sabun kepada mereka, meskipun awalnya malu, namun akhirnya mereka menerimanya. Melihat senyum mereka membuat hati saya dipenuhi rasa syukur. 

Dalam hati, saya berkata, "Betapa kurangnya rasa syukur saya selama ini, ternyata membuat orang bahagia itu bisa dengan hal-hal sederhana." Apa yang telah mereka ajarkan akan selalu tersimpan dalam memori kami, menjadi kenangan yang indah dan berharga.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun