Mohon tunggu...
Zainal Muttaqien
Zainal Muttaqien Mohon Tunggu... -

Cuma seorang awam yang ingin menulis, dan semoga isinya bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Alakadarnya

30 Mei 2014   07:18 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:58 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawa Barat jadi medan perang perebutan suara dua pasangan kandidat Capres-Cawapres yang akan berlaga pada Pilpres 9 Juli 2014. Media memberitakan banyak pihak ramai-ramai  menggelar deklarasi mendukung pasangan Capres-Cawapres.  Tersiar pula kabar masing-masing kubu saling mengklaim bakal jadi pemenang dan tak jarang diselipi pernyataan membuka aib lawan sebagai bumbu kampanye.

Mengikuti hiruk pikuk panggung politik jelang Pilpres ini saya jadi teringat lagu Iwan Fals: “Asyik Ga Asyik”. Lagu itu berisi lirik antara lain: “…Dunia politik dunia bintang.  Dunia hura hura para binatang. … Rakyat nonton jadi supporter. Kasih semangat jagoannya.  Walau tau jagoannya ngibul…”

Fenomana jadi “supporter” itu yang kini lagi marak dimana-mana.  Banyak Sesepuh, Pemimpin Organisasi, petinggi Ormas, mantan pejabat, dan (katanya) kelompok relawan menjadi pemain politik dadakan dengan menyatakan dukungan kepada jagoannya.

Kalau hanya menyatakan dukungan sih “sabodo teuing”. Tapi ada yang sok yakin mengajak rakyat untuk memilih kandidat yang mereka dukung. Ini yang keterlaluan.  Kalau ternyata rakyat salah pilih, sama saja dengan menjerumuskan. Bukannya negeri  ini jadi lebih maju, tapi malah mundur makin menjauh dari gerbang kemerdekaan seperti diamanatkan Konstitusi.

Soal dukung mendukung memang hak azasi setiap orang. Namun, kalau hendak mengajak rakyat untuk memilih kandidat yang didukung harus jelas dulu apakah calon yang ditawarkan itu memenuhi kriteria sesuai harapan rakyat?

Bagi rakyat Jabar, kriteria calon pemimpin yang mumpuni sudah sejak berabad silam terangkum dalam lima kata :  “cageur”, “bageur”, “bener”, “singer”, “pinter”, yang dalam Bahasa Indonesia secara berurutan memiliki arti “sehat”, “baik”, “benar”, “mawas diri”, “pandai/cerdas”.

“Cageur” bukan sekadar sehat jasmani dan rohani, tetapi juga cerminan watak yang mampu berpikir dan bertindak secara rasional-proporsional dilandasi nilai moral.

“Bageur” mencerminkan sifat kemanusiaan dengan menjunjung akhlak mulia terhadap sesama. Lebih jauh, karakter tersebut dijewantahkan dalam sikap dan tindakan “silih asih”, yang bermakna saling menyayangi, berempati, bertenggang rasa dan simpati.

“Bener” bearti amanah, tidak berbohong, tidak berkhianat, menunjung tinggi integritas, selalu konsisten  membuktikan ucapan sesuai dengan tindakan.

“Singer” mencerminkan pribadi yang toleran, siap berkorban mendahulukan kepentingan orang lain, tidak alergi kritik, dan terbuka menerima masukan dari orang lain.

Terkahir, “pinter” mengandung arti sebagai pribadi berilmu yang keilmuannya bermanfaat buat masyarakat banyak.

Silakan Anda cermati sendiri, apakah nilai-nilai dari lima kata diatas dimiliki oleh para kandidat yang akan bertarung? Kalau pengamatan saya pribadi, tidak ada satu orang pun calon yang memenuhi kriteria di atas. Memang tidak ada manusia yang sempurna. Namun, setidaknya kita bisa menentukan pribadi yang mendekati kesempurnaan.

Terkait kodrat kesempurnaan manusia, mayarakat Sunda juga punya ungkapan lain, yakni: “Lahang”, “Lohong”, “Leuheung”, dan “Luhung”. Seringkali pemuka masyarakat mengingatkan warga untuk memilih pemimpin berpatokan ungkapan diatas.

“Lahang” adalah minuman berasal dari pohon nira. Kalau diminum langsung setelah diambil dari pohon akan terasa enak dan menyegarkan, tetapi kalau diminum keesokan harinya, berubah rasa menjadi asam.  Artinya, orang seperti “Lahang” karakternya bisa berubah dari baik menjadi tidak baik.

“Lohong” merupakan istilah buat orang yang punya kecenderungan berbohong.

“Leuheung” adalah bahasa Sunda yang berarti “mending” dalam bahasa Indonesia. Karakteristiknya, apa saja dilakoni, pragmatis tanpa memikirkan resiko dan baik-buruknya dari perbuatan yang dilakukan.
Terakhir, “Luhung” mencerminkan orang berilmu, berwawasan luas, multi talenta, kaya pengalaman, taat beribadah, dan ikhlas menjalani garis takdir Tuhan.

Sejujurnya, calon yang akan bertarung secara umum hanya masuk kriteria “Leuheung” yang oleh media dicitrakan sebagai pribadi “Luhung”. Maka yang kemudian dikenali rakyat adalah sosok abu-abu, karena selain masing-masing berupaya melakukan pencitraan, tetapi pada saat bersamaan masing-masing saling mencela membuka aib.

Apa boleh buat, hanya itu kandidat yang tersedia. Entah Presiden yang kelak terpilih bisa menyelesaikan banyak persoalan yang sudah kronis menggerogoti republik ini. Utang luar negeri terus membengkak, dan sampai Maret 2014 sudah berjumlah USD 276,5 miliar. Penduduk miskin terus bertambah, yang menurut data Bank Dunia mencapai 40 persen penduduk Indonesia.

Soal lain yang sangat melukai hati rakyat adalah korupsi, yang tampaknya sulit diberantas menjadi tantangan tersendiri buat pemerintahan mendatang. Memang, beberapa tahun terakhir tampak upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret para penjarah uang rakyat ke dalam bui, tapi tak sedikit kasus yang dibiarkan mengambang selama bertahun-tahun karena disinyalir bersentuhan dengan puncak kekuasaan.

Mencermati gaya berpolitik para elite negeri ini, tak berlebihan bila banyak pengamat memperkirakan hasil pemilu 2014 (yang amburadul) tak menjanjikan untuk perubahan Indonesia yang signifikan dalam lima tahun mendatang. Jadi, anggap saja Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014 ini sebagai seremoni rutin lima tahunan untuk memenuhi aturan Konstitusi. Soal hasilnya, ya terima saja apa adanya, seperti saat ini dimana KKN sudah menggurita sampai ke pelosok desa. (zamsaja)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun