Mohon tunggu...
Zulkifli Andi Mandasini
Zulkifli Andi Mandasini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku menulis, aku masih hidup!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Sosok Sang Fajar Kearifan di Sulawesi Selatan

26 Februari 2014   09:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya saya membulatkan tekad untuk meninggalkan perusahaan tempat saya bekerja sejak tahun 2012 setelah mendapat telefon dari seorang teman kalau salah-satu caleg DPR RI sedang membutuhkan saya untuk menjadi Sekretaris Pribadinya. Padahal saat itu saya sedang perang argumentasi dengan bagian personalia tentang salah-satu pasal dalam kontrak tentang kemacetan produksi perusahaan yang berimbas pada salary karyawan. Saya berhenti mengeluarkan argument yang memojokkan dan bergegas mengakhiri pertemuan yang tidak produktif tersebut. Saya tahu keputusan pada saat itu pasti akan berakhir di sisi meminimalisir pengeluaran perusahaan, tapi target terpenting saya adalah bagaimana indahnya menyaksikan orang yang berargument dengan latah.

Setelah disebutkan nama Abdillah Natsir, saya yang sedikit blak-blakan tiba-tiba berucap "tidak populer". Tapi bukan saya namanya kalau tidak bisa mengarahkan teman diskusi saya kembali ke pembahasan yang seru. Setelah sampai di rumah, saya meg-google-ing nama beliau dan tidak mendapatkan situs pribadi sekalipun. Yang ada, hanya akun Facebook, dan beberapa portal berita On-Line serta data Kampus tempat beliau kuliah dulu. Tapi lumayanlah, ada beberapa informasi pengenalan yang saya dapat saat browsing malam itu.

Ir. Abdillah Natsir, Calon Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan III yakni Kabupaten Pinrang, Sidrap, Enrekang, Toraja, Toraja Utara, Luwu Utara, Luwu Timur dan Palopo ini ternyata beralamat di Jati Asih, Bekasi. Karena saat ini beliau menjadi Pengusaha yang dilatar-belakangi oleh disipin Ilmunya di Teknik Listrik PNUP angkatan 1988 (Saat itu masih berada dalam naungan Universitas Hasanuddin) yakni sebagai direktur di PT. Swatama Mega Teknik.

Saya juga mendapati Pengalaman Organisasi beliau menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar asal Sulawesi Selatan pada tahun 2002-2004 yang memantapkan saya tidak menganggap beliau sebagai orang yang populer. Saya bukan orang Pinrang, Saya menjadi Mahasiswa di Makassar pada tahun 2004 dan tidak pernah mengenyam pendidikan di luar Sulawesi Selatan.

Selain itu belia juga merupakan Ketua Senat Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) Pada tahun 1990-1991, Wakil Sekretaris Kerukunan Keluarga Ajatappareng pada tahun 1998-2000, Sekjend Ikatan Alumni SMA Negeri 1 Pinrang tahun 2008-2013, Ketua Dewan penasehat Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) tahun 2011-2015, Ketua IPNU Cabang Pinrang tahun 1986-1987, Sekjen Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Pinrang (BPP-KKP) tahun 2004-2008, Wakil Sekjen Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha KOSGORO sejak 2010, Pernah menjadi Pengurus Pusat Insinyur Indonesia (PII) pada periode 2006-2009.

Mengenal beberapa hal dari  hasil browsing tentunya membuat saya bertambah penasaran terhadap karakter beliau. Yang paling saya khawatirkan jika sampai di kota Pinrang, saya merasa tidak betah bersama beliau. Pikiran saya mulai terhantui setelah melihat baligo besar terpampang di perbatasan jalan Pare-pare dan Pinrang. Saya harus memulai percakapan dengan pembahasan apa? saya akan menyapa beliau dengan panggilan apa? Bagaimana saya mengikuti alur disiplin beliau? serta banyak lagi tanda tanya yang lain.

Sampai di Posko Pemenangan di jalan La Jabba Kecamatan Paleteang Kabupaten Pinrang (tempat tinggal saya saat ini), saya disibukkan oleh administrasi Tim Pemenangan. Orang yang juga sibuk bermondar-mandir se-sekali menyebut Bapak, Pak Haji dan beberapa panggilan penghormatan orang bugis untuk menyebut beliau juga membuat saya semakin bingung. Betapa sibuknya saya berhadapan dengan monitor PC, saya tidak tersadar seseorang telah membuka pintu sekitar dua meter di samping kanan saya kemudian  membuntuti pekerjaan saya dari belakang. Ketika saya berbalik, seorang yang persis dengan foto-foto yang terpampang di pinggir jalan menyapa saya dengan "Dinda, dinda yang bernama Kifli?" dengan wajah tersenyum iya menjulurkan tangannya untuk bersalaman. "iya kanda", saya menjawab dengan senyum sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman. Dalam hati saya berkata "beberapa pertanyaan yang berputar-putar di pikiran saya  sepertinya sudah terjawab.

Tidak sesuai dengan ketakutan saya, bahkan beliau jauh lebih dari ekspektasi saya dengan melihat foto di baligo pinggir jalan. Ternyata "kakanda" ini jauh lebih santun dari senyum yang ternyata ia tidak buat-buat untuk pembuatan baligo Caleg. Dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan simpatisan dan tim pemenangan beliau juga memasang tampang yang sama seperti pada saat berbicara dengan saya, seperti foto baligo yang terpampang di pinggir jalan.

Yang paling penting adalah, awal saya menerjunkan diri saya sebagai salah satu dari bagian Politik ini saya berpikir bahwa mungkin saya akan banyak belajar membual, menyembunyikan kebohongan sebagaimana kulit-kulit dunia politik yang saya ketahui. Tapi tak ada hal yang negatif yang terjadi di sini. Saya yakin justru beliau yang saya nilai dengan politisi muda yang Cerdas, Solutif, dan Santun yang menjanjikan saya bahwa Indonesia akan segera bangkit dengan segala keresahan multi-sektoral. Tak salah jika beberapa kali Pare Pos merilis foto beliau dengan tag-line sosok Sang Fajar Kearifan di Sulawesi Selatan. Dan kadang-kadang saya merasa cemburu, kenapa di dapil saya tidak menemukan sosok seorang Ir. H. Abdillan Natsir?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun