Mohon tunggu...
Zamhuri
Zamhuri Mohon Tunggu... Peneliti Swasta -

Aktiif di Lembaga Studi Sosial dan Budaya (LS2B) Sumur Tolak Kudus. Dan Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendadak Buta Huruf

10 Oktober 2014   12:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Istilah buta huruf biasanya dikaitkan dengar program prioritas pemerintah dalam melepas belenggu ketidakmampuan baca tulis masyarakat. Cap buta huruf diidentikkan dengan ketidakmampuan dalam memahami rangkaian huruf dan/atau angka serta susunan suku kata menjadi kalimat yang bermakna. Buta huruf juga dipahami sebagai kelompok anggota masyarakat yang kurang mendapatkan pelayanan lembaga pendidikan karena berbagai faktor penyebab. Dalam pemahaman konvensional buta huruf adalah momok yang mesti dihindari oleh siapa saja yang tidak ingin terkena cap ketinggalan zaman.

Di tengah kemajuan zaman, istilah buta huruf muskil kita temui lagi. Kecuali di tengah kelompok masyarakat yang  a priori terhadap pentingnya ketrampilan baca tulis. Entah karena faktor usia lanjut, keterbatasan fisik sebagai penyandang difabel, atau buta huruf sebagai respon penolakan ajakan zaman.

Buta huruf telah menjadi stigma keterbalakangan pengetahuan dan kekerdilan mental dalam merengkuh zaman yang terus berbenah. Buta huruf adalah pilihan konyol bunuh diri peradaban. Pendeknya, buta huruf tidak mungkin menjadi pilihan sikap dalam merespon di tengah pesatnya sumber pengetahuan dan derasnya arus informasi.

Anehnya, buta huruf kini menjadi pilihan, bahkan mungkin mulai digemari oleh sebagian anggota masyarakat kita. Orang tiba-tiba gagap dan tidak memiliki kemampuan memahami suku kata dan simbol komunikasi yang terpapar di sudut-sudut jalan. Ada sebagian yang merasa kelu dalam mengeja nilai pesan untaian kalimat pada pasal dalam regulasi perundangan. Ada yang tiba-tiba membisu ketika memberi kesaksian dalam mahkamah keadilan. Ada yang tiba-tiba tidak memiliki kemampuan memahami makna dalam  teks bernyawa kejujuran ketika dihadapkan pilihan kebutuhan. Ada yang tiba-tiba terbata-bata ketika harus membaca pesan isi hati ketika dia memilih peran antagonis dalam drama kehidupan.

Mungkin lebih tepat dalam menilai sikap tersebut adalah “mendadak buta huruf”. Mendadak buta huruf karena tiba-tiba tidak memiliki kemampuan membaca huruf, angka dan simbol bahan bacaan sehingga tidak memiliki daya tangkap dan nalar rasional. Kita sering menjumpai orang seenaknya melanggar pesan traffic lalu lintas di jalan raya. Membaca berita  aneka modus orang memperkaya sendiri dan orang lain dengan cara tidak legal. Meningkatnya para pengadil dan penjaga marwah hukum menjadi pesakitan. Kebiasaan para pendidik (guru/dosen) yang berperilaku tidak sebangun dengan apa yang diajarkan. Kebiasaan peserta didik (pelajar/mahasiswa) yang gemar belajar mangambil sumber karya tulis orang tanpa menyebut sumber kutipan. Ketidakmampuan para pemimpinan membaca kembali traktat janji-janji saat kampanye ketika menjabat. Atau para pendai mengutip ayat saat memanipulasi bunyi kitab suci.

Banyak yang tiba-tiba tidak memiliki ketrampilan membaca atau mungkin menulis makna pesan teks bacaan kembali, meski dia berpendidikan. Bahkan, bisa jadi orang yang buta huruf ini telah mengenyam bangku pendidikan yang paling tinggi dan menumpuk gelar, melebihi susunan huruf nama genuinnya. Orang mendadak butu huruf justru ketika dia tidak pantas menyandang stigma buta huruf. Orang buta huruf karena dia telah memilih berbuta huruf, angka dan simbol bacaan. Mendadak buta huruf karena memilih buta adab dan peradaban. Padahal nilai keadaban telah dieja, dihafal dan dipahami dari teks pelajaran, pasal dalam undang-undang, dan bunyi ayat dalam kitab suci. Mendadak buta huruf, siasat pengelabuhan atau pilihan sikap? Entahlah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun