Mohon tunggu...
zaman aji
zaman aji Mohon Tunggu... -

Aktifis Pergerakan Buruh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Statement PPBI untuk Kekerasan di Makassar dan Tempat Lainnya

9 Desember 2010   14:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:52 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERSATUAN PERGERAKAN BURUH INDONESIA

(PPBI)

Sekber : Jl Tebet Timur III J, No 1 A-Jakarta Selatan. Telp/Fax : 021 83790384

Web Blog : kp-ppbi.blogspot.com| Email : kp.ppbi@gmail.com

=================================================================================

HENTIKAN KEKERASAN NEGARA DENGAN PERSATUAN PERLAWANAN RAKYAT!

Demonstrasi ratusan mahassiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar hari ini (9/12) di kantor Gubernur Sulawesi Selatan ditembaki oleh aparat kepolisan, dan hingga sore ini, paling tidak sudah 12 mahasiswa yang menjadi korban penembakan, yang beberapa diantaranya tertembak peluru tajam. Kekerasan terhadap aksi unjuk rasa peringatan hari anti korupsi juga terjadi di Ternate dan Palu.

Kekerasan ini bukanlah yang pertama terjadi, karena sebelum-belumnya kejadian serupa juga pernah terjadi penembakan mahasiswa di Jakarta (seperti pada saat peringatan satu tahun SBY), dan juga terjadi dibanyak tempat lainnya dengan korban tidak hanya mahasiswa. Pada bulan juni 2010, perempuan petani dari Desa Koto Cengar, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, tewas ditembak aparat Brimob Kepolisian Resor Kuantan Singing (Kuansing) ketika ratusan petani KUD Prima Sehati memanen sendiri kelapa sawit plasma,karena PT Tri Bakti Sarimas membayar kelapa sawit tersebut (yang ditanam pada lahanmilik petani) sangat jauh dibawah harga pasar.

Di Jambi, penembakan terhadap petani juga terjadi. Pada bulan November 2010, seorang petani tewas ditembak keningnya oleh aparat kepolisian, pada saat ribuan petani menggelar aksi blokir Sungai Pengabuan, sebagai bentuk protes terhadap PT Wira Karya Sakti yang telah merampas tanah petani.

Kasus lainnya adalah penembakan terhadap dua orang Papua pada yang dilakukan aparat TNI dari Satgas Batalion 755 Merauke beserta aparat kepolisian setempat. Dua warga Papua sedang melakukan doa bersama dalam rangka perayaan HUT Papua Merdeka, yang dirayakan tiap 1 Desember.

Demikian juga kekerasan yang dilakukan oleh Dandim Karanganyar terhadap wartawan Solopos dibulan agustus lalu, yang berujung pada pencopotan Letkol (Inf) Lilik Sutikna sebagai Dandim Karanganyar.

Apa yang terjadi di Makassar hari ini—dan tempat lainnya--jelas sangat menunjukan bahwa Rezim SBY-Boediono akan terus menggunakan cara-cara kekerasan untuk mempertahankan legitimasi kekuasaannya, bahkan tanpa memperdulikan Hak Asasi Manusia, yang besok akan diperingati di seluruh Indonesia.

Pergantian Kapolri maupun pergantian pimpinan-pimpinan lembaga penegak hukum, tidak mampu menjawab tuntutan kemajuan demokrasi yang selama ini hanya berjalan demi kepentingan segelintir orang, disisi lain untuk mayoriats rakyat adalah penindasan, kemiskinan, penangkapan dan perlakukan-perlakuan tidak adil lainnya.

Semua lembaga-lembaga perwakilan rakyat, juga tidak mampu menjawab desakan rakyat dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi sehari-harinya, sehinga aksi-aksi unjuk rasa terus meningkat dan bahkan metode-metodenyapun semakin meningkat.

Rezim SBY-Boediono sekalipun telah menjalankan pemilu langsung, membuat berbagai lembaga pemberantasan korupsi, berbagai macam satuan-satuan tugas dan lain sebagainya, namun secara subtansi Rezim SBY-Boediono tidak melakukan perubahan mendasar dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, yaitu mendorong dan memastikan partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan-keputusan politik (yang seharusnya tidak hanya 5 tahunan, melainkan setiap keputusan politik yang berkaitan dengan kehidupan mayoritas rakyat), yang dilakukan SBY-Boediono justru memperkuat lembaga-lembaga anti demokrasi rakyat, seperti menambah KODAM dan KOREM di berbagai tempat, menambah pasukan ke daerah-daerah konflik, membebaskan Jendral-Jendral pelaku pelangaran HAM dan bahkan memberikan posisi-poisis penting, hingga membiarkan (dan bahkan memfasilitasi) milisi-milisi sipil yang anti rakyat.

Pada saat yang sama, organisasi-organisai rakyat seperti serikat-serikat buruh, serikat-serikat tani, serikat-serikat mahasiswa, serikat kaum miskin kota, serikat perempuan dan lain sebagainya, justru dipersempit ruang geraknya, baik melalui undang-undang (maupun RUU) ataupun dalam bentuk kriminalisasi para aktifisnya, atau dengan bahasa lainnya, Rezim SBY-Boediono meneruskan konsep massa mangambang ala Orde Baru, yang menjauhkan massa rakyat dari wadah-wadah perjuangannya.

Partai-partai politik yang seharusnya menjadi alat perjuangan rakyat, juga tak berfungsi. Yang terjadi justru partai politik menjadi alat dari segelintir orang untuk mempertahankan kekuasaan dirinya dan memakmurkan dirinya sendiri, dan jika ada partai politik yang berdiri untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, maka partai politik ini diberangus dengan cara-cara kekerasan.

Inilah yang membuat Rezim SBY-Boediono—yang sedari awal, memang tidak mempunyai kehendak untuk memajukan demokrasi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat---harus melakukan tindakan-tindakan represif , agar unjuk rasa di berbagai daerah yang dilakukan oleh semua kelompok masyarakat—terutama mahasiswa dan masyarakat tertindas—tidak mengkrucut menjadi aksi unjuk rasa besar-besaran dengan tuntutan penggulingan Rezim SBY-Boediono.

Oleh karena itu, Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (PPBI) dengan ini menuntut:


  1. Kekerasan aparat negara terhadap warga sipil harus dihentikan sekarang juga.
  2. Agar aparat negara yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa makassar dan rakyat sipil lainnya harus ditindak tegas.
  3. Lembaga-lembaga ekstrayudisal seperti Komando Teritorial harus dibubarkan, dan tentara hanya diorganisasikan dalam barak dan kesatuan-kesatuan.
  4. Seluruh Jendral pelaku pelanggaran HAM di massa lalu dan masa kini, harus di adili.
  5. Mencabut semua UU (dan peraturan) yang menghambat ekpresi politik rakyat dan kebebasan rakyat untuk berorganisasi.

Selain itu, Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (PPBI) juga menyerukan kepada pimpinan-pimpinan serikat buruh, pimpinan-pimpinan serikat serikat tani, pimpinan-pimpinan serikat mahasiswa, pimpinan-pimpinan serikat perempuan, pimpinan-pimpinan serikat kaum miskin kota, pimpinan-pimpinan LSM pro rakyat, agar bahu-membahu, bersatu dalam perjuangan bersama untuk menegakkan demokrasi sejati dan kesejahteraan rakyat Indonesia, yang saat itu hambatan terbesarnya terletak pada kekuasaan Rezim SBY-Boediono. Mari kita satukan kekuatan untuk menggulingkan Rezim SBY-Boediono, dan membangun Pemerintahan Baru yang demokratik, pemerintahan yang disusun dari kekuatan rakyat yang demokratis demi kesejahteraan mayoritas rakyat Indonesia.

Bersatu, Berkuasa, Bangun Industri Nasional Dibawah Kontrol Rakyat !

Tinggalkan Serikat Buruh Gadungan! Bangun Persatuan Gerakan Buruh Yang Progresif, Militan, Demokratik dan Mandiri !

Jakarta, 09 Desember 2010

Ketua UmumSekretaris Jendral

Ata Bin UdiBudi Wardoyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun