PENDAHULUAN
Dalam bahasa latin, pendidikan berasal dari kata E dan Duco, E memiliki arti perkembangan dari luar maupun dalam ataupun perkembangan kecil menuju besar, dan kata Duco berarti sedang berkembang. Pada masa Yunani, pendidikan dikonsepsikan sebagai proses penyiapan kehidupan manusia yang memiliki tiga tipe sebagai masyarakat yang mewujudkan negara ideal meliputi manusia sebagai pemikir dan pengatur negara, manusia sebagai ksatria dan pengaman negara, serta manusia sebagai pengusaha dan penjamin kemakmuran serta kesejahteraan negara dengan segenap warganya. Pendidikan menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia untuk meraih kehidupan yang mapan dan cerah di masa depan. Hal ini sesuai dengan UUD NKRI 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.” Pendidikan merupakan sebuah sistem yang sistematis dalam mewujudkan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Kualitas pendidikan dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang dapat menghantarkan pada kehidupan yang lebih maju. Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa pendidikan merupakan tuntunan tumbuh dan berkembangnya anak sehingga pendidikan dapat menjadi upaya untuk menuntun kekuatan kodrat pada diri setiap anak agar mereka mampu tumbuh dan berkembang sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat yang bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.
Selain bertujuan untuk mencerdaskan bangsa, pendidikan juga menjadi ranah yang strategis dalam menanamkan nilai keadilan dan kesetaraan gender untuk generasi muda (Suryaman, 2015:15). Seluruh masyarakat baik itu perempuan ma upun laki-laki tentunya memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi terbuka untuk masyarakat, tetapi faktanya tidak semua masyarakat mampu mendapatkan kesempatan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Namun, sampai saat ini masih ada beberapa masyarakat terutama bagi penganut budaya patriarki, mereka menilai bahwa pendidikan tinggi dianggap penting hanya untuk laki-laki saja, sedangkan kaum perempuan tidak diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi baik karena alasan ekonomi maupun anggapan tugas domestik perempuan. Berdasarkan data sensus Badan Pusat Statistik (2021) dapat dikemukakan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) menurut jenis kelamin bagi laki laki pada tahun 2021 menunjukkan presentase 29,00% dan perempuan menunjukkan presentase 33, 42%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki presentase lebih tinggi dibandingkan lakilaki. Fenomena subordinasi perempuan dalam pendidikan Indonesia menyaratkan suatu revolusi cultural, yaitu menghancurkan mitos dan segala bentuk pembekuan anggapan yang menyatakan bahwa subordinasi perempuan itu alami (natural). Andaikan lingkungan sejak semula memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk mahir di berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti yang dilakukan pada anak laki-laki pada umumnya, tentu perempuan tidak akan mengalami ketertinggalan. Sebagai mana ada pepatah yang sering kita dengar “wanita adalah tiang negara, apabila wanitanya baik maka negaranya akan baik, apabila wanitanya rusak maka negara itu akan rusak pula”. Dari pepatah ini bisa kita simpulkan bahwa betapa besarnya pengaruh seorang wanita dalam kehidupan ini, jika seorang wanita baik, pintar, dan berakhlak mulia maka mereka akan bisa mewujudkan para pemimpin yang hebat untuk suatu negara. Dengan ini mestinya kita sudah bisa mencermati betapa pentinggnya bagi seorang wanita untuk mendapatkan pedidikan sama dengan hal layaknya para laki-laki. Apa lagi kita juga sering mendengarkan ungkapan yang sangat populer bahwasanya “Di balik laki-laki yang hebat ada perempuan yang hebat”, dari makna yang tersirat dalam ungkapan tersebut bahwasanya antara perempuan dan laki-laki mereka saling melengkapi antara satu sama lainnya. Seorang perempuan bisa menjadi hebat ketika dia bisa menghebatkan laki-laki yang ada dalam kehidupannya, baik itu kakek, ayah, kakak, adik, dan anak. Begitu juga dengan laki-laki mereka bisa meraih suatu kesuksesan dan dikatakan hebat itu pun juga tidak luput dari peran perempuan yang ada dalam kehidupannya, baik itu nenek, ibu, kakak, dan adik.
PEMBAHASAN
- Peran Pendidikan dalam Meningkatkan Kesejahteraan Perempuan
- Pendidikan menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia dimana pendidikan menjadi sebuah keharusan yang dimiliki manusia (Sreenivasulu, 2013:32). Terlebih lagi saat ini kita hidup di era revolusi industri 4.0 dimana di tengah perkembangan zaman yang modern, masyarakat dituntut untuk mampu berpikir kritis dalam menghadapi setiap permasalahan. Tidak hanya berlaku bagi laki-laki, perempuan juga harus dapat berpikir kritis agar tidak mudah diremehkan kedudukannya dalam hal untuk membantu mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, hingga saat ini budaya patriarki masih melekat pada sebagian masyarakat dimana budaya ini sangat mengutamakan laki-laki dalam berbagai hal di kehidupan. Adanya budaya patriarki membuat perempuan merasa bahwa yang terjadi pada dirinya tidak dapat diubah dan telah menjadi ketentuan yang harus diterima, tetapi dengan kondisi tersebut justru membuat perempuan tidak merasa bahwa dirinya ditindas, mereka menikmati keadaan yang telah dialami. Hal ini sesuai dengan pandangan dari feminisme liberalis yang menyatakan bahwa ketertindasan perempuan disebabkan oleh dirinya sendiri. Adanya perasaan yang muncul dalam perempuan yang menunjukkan bahwa mereka tidak pernah diperlakukan dengan tidak adil, sehingga mereka tidak perlu melakukan perlawanan dalam kondisi tersebut. Perempuan lebih dominan untuk menerima keputusan yang ada tanpa melakukan perlawanan apapun. Pada kenyataannya, perempuan lebih bergantung pada keputusan laki-laki, para perempuan menyambut dengan baik segala keputusan dari laki-laki, sehingga secara otomatis membuat posisi perempuan menjadi terpinggirkan. Selain itu, adapula hal yang memicu lemahnya kedudukan perempuan yaitu adanya pelabelan yang menunjukkan bahwa laki-laki digambarkan dengan kepribadian yang kuat dan rasional, sedangkan perempuan digambarkan dengan kepribadiannya yang lemah lembut, halus, emosional, dan keibuan. Dalam hal pekerjaan, terjadi pula pemisahan dimana perempuan diidentikkan dengan pekerjaan domestik dan hanya memiliki peluang yang terbatas untuk keluar rumah untuk berpartisipasi dalam hal pengambilan keputusan. Tidak semua manusia memiliki kebebasan, begitu pula dengan perempuan, perempuan tidak mempunyai hak akan kebebasan dalam memilih dan membuat suatu kebijakan akibat dari adanya perbedaan (Ainiyah, 2017:55). Sebaliknya, laki-laki memiliki kesempatan untuk bekerja diluar rumah karena laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan dapat mengambil keputusan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
- Perempuan dengan pendidikan rendah akan berdampak pada kehidupan yang akan datang. Dengan memiliki kualitas pendidikan yang baik, maka akan mempengaruhi kehidupan di masa depan (Nabila & Umro, 2020:138). Perempuan tidak akan mendapatkan bekal untuk masa depannya kelak, terutama bekal menjadi seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Padahal, perempuan memiliki hak untuk dapat bekerja di berbagai sektor publik, sehingga perempuan juga membutuhkan pendidikan tinggi guna meningkatkan kualitasnya dalam dunia bekerja (Siregar, 2020:181–188). Oleh karena itu, perlu adanya keinginan yang kuat dalam diri perempuan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik karena apabila perempuan memiliki pendidikan tinggi, mereka dapat memperoleh pekerjaan dan taraf hidup yang baik. Tidak hanya itu, dengan berpendidikan tinggi, perempuan akan lebih mandiri dan tidak hanya bergantung pada laki-laki. Hingga saat ini masih banyak dari masyarakat yang meremehkan kedudukan perempuan, padahal sebenarnya perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan rumah tangganya, terutama dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera yaitu salah satunya dengan melahirkan generasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi sekitarnya. Namun, terdapat faktor lain yang menjadikan perempuan berpendidikan rendah dan memiliki keterampilan yang kurang yaitu kondisi keluarga yang kurang mampu. Dengan begitu, untuk bisa mengangkat ekonomi keluarga, seharusnya anak harus memiliki bekal pendidikan tinggi yang nantinya dapat membantu orang tua mengangkat ekonomi keluarga menjadi lebih baik lagi dan tentunya dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri.
- Melihat Isu Melalui Pandangan Teori Labelling
- Teori labelling merupakan salah satu dari sekian banyak teori sosiologi yang berkembang dalam masyarakat. Tokoh sosiologi yang mengemukakan teori ini adalah Edwin M. Lemert. Dalam konteks sosial, Lemert menghubungkan labelling dengan pemberian label atau cap kepada orang lain yang menjadikan adanya pemberian label tersebut berkonotasi negatif yaitu dengan memberi predikat buruk kepada orang lain. Dapat disimpulkan, bahwa teori labeling merupakan suatu teori yang menjelaskan mengenai adanya reaksi dari masyarakat terhadap perilaku seseorang yang dianggap menyimpang. Mac Aditiawarman dalam buku Hoax dan Hate Speech di Dunia Maya (2019) menyatakan bahwa konsep dalam teori labeling menekankan pada dua hal, yaitu alasan seseorang diberikan label oleh masyarakatnya dan pengaruhnya bagi orang tersebut. Ketidaksetaraan gender menjadi isu yang tidak ada habis-habisnya untuk dibahas. Persepsi negatif dari masyarakat terhadap tercapainya pendidikan seorang perempuan hingga saat ini masih belum berakhir dalam lingkungan masyarakat luas terutama pada lingkungan masyarakat yang masih menganut budaya patriarki dimana hal ini tentunya membuat perempuan secara otomatis merasa terdiskriminasikan. Hingga saat ini masyarakat belum bisa menerapkan kesetaraan gender secara mutlak. Selalu ada pihak yang merendahkan harkat dan martabat seorang perempuan. Selain itu, ada pula pelabelan yang menunjukkan bahwa laki-laki digambarkan menjadi sosok yang kuat dan rasional, sedangkan perempuan digambarkan lembut halus, emosional dan keibuan. Perempuan juga identik dengan pekerjaan rumah tangga dan memiliki peluang untuk keluar rumah dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang sangat terbatas. Sebaliknya laki-laki memiliki kesempatan untuk bekerja diluar rumah karena laki-laki dianggap sebagai pemimpin dan dapat mengambil keputusan, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa stigma tersebut yang pada akhirnya membuat masyarakat beranggapan bahwa perempuan tidak perlu mengenyam pendidikan setinggi mungkin karena ujung-ujungnya hanya akan menjadi ibu rumah tangga yaitu mengurus anak dan mengerjakan pekerjaan domestik. Walaupun zaman sudah semakin maju dan banyak gerakan feminisme yang menuntut adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, stigma yang sudah tertanam dalam masyarakat sangat sulit untuk dihilangkan.
- Upaya Untuk Memperbaiki Masa Depan Kaum Perempuan
- Upaya pemberdayaan perempuan adalah bagian kesatuan dari upaya pembangunan nasional. Oleh karena itu, upaya untuk memberdayakan perempuan harus menjadi upaya yang berkelanjutan dan sesuai dengan dinamika perubahan sosial budaya ataupun ekonomi yang berlangsung secara cepat dalam era globalisasi saat ini. Sasaran program pemberdayaan perempuan atau empowerment of women diarahkan untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri perempuan untuk memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki, serta untuk memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama terhadap sumber daya pembangunan. Sehingga hal ini akan menjadikan perempuan Indonesia mampu mengembangkan kapasitas dirinya untuk aktualisasi perannya sebagai mitra sejajar laki-laki dalam pembangunan keluarga dan bangsa. Oleh karena itu, perempuan Indonesia harus mampu memerankan peran domestik dan publik secara seimbang agar mampu memperoleh kesetaraan tugas dan kewajiban yang diperankan dalam menghadapi tantangan di era globalisasi.
- Dalam melakukan pemberdayaan pendidikan pada perempuan akan lebih baik apabila menekankan pada beberapa aspek meliputi aspek keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk nantinya dapat memengaruhi kehidupan, baik kehidupannya maupun kehidupan orang lain. Kegiatan pemberdayaan ini menunjuk pada kemampuan terutama untuk kelompok lemah agar mampu memiliki akses terhadap sumber-sumber yang dapat memungkinkan mereka mampu meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu berperan aktif dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang memengaruhi mereka. Adapun pemberdayaan terhadap pendidikan perempuan adalah suatu cara atau upaya dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan pendidikan bagi perempuan, diantaranya dengan cara:
- Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya terhadap perempuan untuk tetap bisa menempuh pendidikan seluas mungkin karena hal ini diperlukan untuk mengingat dan menguatkan kembali paradigma masyarakat bahwa setinggi-tinggi pendidikan perempuan nantinya akan kembali ke dapur dimana anggapan inilah yang berhasil mengakibatkan masih rendahnya pendidikan perempuan.
- Melakukan kampanye dan memberikan penyadaran kepada kaum perempuan mengenai pentingnya pendidikan dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Untuk mengatasi berbagai tindakan pelehan atau ketidakadilan yang dialami oleh perempuan, maka sangat dibutuhkan sosialisasi dan penyadaran akan pentingnya pendidikan.
- Melakukan penelitian terhadap partisipasi masyarakat khususnya kaum perempuan dalam pemberdayaan dan peningkatan pendidikan bagi perempuan. Kegiatan ini sangat penting mengingat hal ini akan menjadi landasan dasar bagi siapa saja yang mengkampanyekan gerakan kesetaraan gender. Selain itu, hal ini pula menjadi tolok ukur untuk menetukan orientasi pergerakan gender. Apabila di suatu tempat, tingkat pendidikan perempuan sangat minim, maka berbagai kegiatan dapat disusun untuk menutupi kekurangan itu.
- Menyiapkan langkah antisipasi terhadap hambatan yang akan dihadapi dalam proses pemberdayaan terhadap pendidikan perempuan. Hal ini tentunya perlu dilakukan karena tidak sedikit fakta dilapangan yang ditemui, berbeda dengan harapan. Sehingga apabila seluruh persiapan dapat dikatakan sudah matang mengenai antisipasi kendala yang akan ditemui, maka aktivitas apapun akan berjalan dengan lancar.
Masyarakat modern adalah suatu struktur sosial atau lingkungan kehidupan publik tempat relasi antar manusia diatur atas dasar bisnis, produksi, konsumsi, dan komersialisasi. Pada masyarakat modern, perhatian lebih ditekankan pada sikap dan nilai nilai individu serta kemampuan produktivitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, keterbelakangan masyarakat dianggap bersumber dari faktor-faktor internal negara atau masyarakat itu sendiri, terutama dalam bidang pendidikan. Masyarakat modern merupakan hasil evolusi dari masyarakat tradisional yang mengalami proses perubahan dalam segala bidang, baik budaya, politik, ekonomi dan sosial, gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat berubah. Masyarakat modern juga merupakan suatu tatanan sosial yang lebih mengedepankan rasionalitas, universalisme, equalitarianisme, spesialisasi fungsional, dan tidak ketinggalan juga tingkat pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pada masyarakat modern, setiap individu atau kelompok akan selalu mengalami proses perubahan yang lebih maju dan cepat, dimana hal ini pula didukung dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebelumnya belum pernah dicapai dalam pengetahuan manusia. Terutama dalam bidang ekonomi, model model pertumbuhan ditandai dengan tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi teknologi serta intensitas modal. Pemberdayaan menunjukkan bahwa masalah kemampuan atau kompetensi menjadi prasyarat bagi perempuan agar bisa aktif dalam pembangunan di tengah modernisasi. Terdapat tiga kebijakan khusus (affirmative action) sebagai langkah dalam mempersiapkan perempuan memasuki era modernisasi, yaitu:
a. Pemberian keahlian dan pembekalan ketrampilan/ kompetensi tertentu (expert-power).
b. Pemberian peluang dan peran (role power)
c. Pemberian fasilitas untuk mewujudkan kemampuan (resource power)
KESIMPULAN
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang sistematis dalam mewujudkan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Berbagai persepsi negatif menjadi hal yang sangat sulit dipisahkan dalam pola pikir masyarakat terlebih mengenai topik seorang perempuan yang menjadi seorang yang berpendidikan tinggi dalam lingkungan sosialnya. Namun, hingga saat ini budaya patriarki masih melekat pada sebagian masyarakat dimana budaya ini sangat mengutamakan laki-laki dalam berbagai hal di kehidupan. Adanya budaya patriarki membuat perempuan merasa bahwa yang terjadi pada dirinya tidak dapat diubah dan telah menjadi ketentuan yang harus diterima, tetapi dengan kondisi tersebut justru membuat perempuan tidak merasa bahwa dirinya ditindas, mereka menikmati keadaan yang telah dialami.
Pandangan masyarakat yang masih berlandaskan adat istidat, budaya, dan agama menjadi faktor penghambat seorang perempuan dapat berkembang di masyarakat terutama di bidang pendidikan. Dari dulu hingga sekarang perempuan masih saja dikaitkan dengan hal-hal yang berbau pekerjaan seorang ibu dan seorang istri yaitu mengurus anak, mengurus rumah, dan mengurus suami. Pada hakikatnya perempuan pun memiliki hak dan potensi untuk menjadi sama seperti laki-laki dalam menentukan hidupnya diruang publik karena peran perempuan di era global saat ini tentunya sangat dibutuhkan dalam pembangunan suatu negara. Untuk menangani adanya stigmatisasi masyarakat tersebut kita bisa melakukan upaya-upaya seperti mengubah perspektif masyarakat, meningkatkan minat perempuan pada pendidikan, serta membangun sebuah fasilitas untuk meningkatkan kualitas SDM perempuan, diantaranya pemberian keahlian dan pembekalan ketrampilan/ kompetensi tertentu (expert-power), pemberian peluang dan peran (role power), dan pemberian fasilitas untuk mewujudkan kemampuan (resource power). Perempuan ataupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil peran apapun. Terutama saat ini yang didukung dengan kemajuan teknologi, perempuan yang tadinya terdiskriminasi oleh pekerjaan rumah tangga saja. Saat ini sudah saatnya perempuan untuk turun tangan berkolaborasi dalam memajukan pembangunan negara Indonesia.