Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena proses oksidasi. Tingginya bilangan peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut dan minyak akan mengalami ketengikan dan telah mengalami oksidasi.
Prinsip dari pengujian bilangan peroksida ini adalah titrasi iodometri. Masing-masing sampel ditambahkan campuran asam asetat yang bersifat polar yang dapat mengekstrak senyawa peroksida yang terdapat pada sampel dan kloroform yang bersifat non polar yang melarutkan sampel tersebut. Senyawa peroksida yang terdapat dalam sampel akan bereaksi dengan KI yang ditambahkan dan membebaskan senyawa Iodin. Iodin yang telah terbentuk ditambahkan dengan indikator amilum dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna biru hilang. Jumlah iodin yang bereaksi dengan Na2S2O3 sama dengan jumlah ikatan peroksida yang terdapat dalam sampel yang diputus oleh Kalium Iodida (Syafrinal, 2021).
Terjadi perubahan warna pada kedua sampel minyak sebelum dan sesudah titrasi. Sebelum dititrasi Na2S2O3, minyak baru berwarna biru muda dan minyak bekas berwarna biru kehitaman. Setelah dititrasi Na2S2O3, minyak bekas dan minyak baru berubah warna menjadi bening. Perubahan warna sangat terlihat jelas pada kedua sampel minyak. Jumlah titrasi Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk berubah warna pada minyak curah lebih banyak dibandingan minyak bekas. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan peroksida pada sampel minyak curah lebih tinggi dibandingkan bilangan peroksida pada sampel minyak bekas. Na2S2O3 lebih cepat bereaksi pada larutan minyak bekas sehingga jumlah volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk berubah warna lebih sedikit dibandingkan larutan minyak curah yang sulit bereaksi dengan Na2S2O3 sehingga sampel minyak curah membutuhkan volume Na2S2O3 yang banyak untuk berubah warna menjadi bening.
Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa bilangan peroksida pada minyak curah 35 mek O2/kg dan bilangan peroksida minyak bekas 20 mek O2/kg. Berdasarkan standar mutu minyak goreng Indonesia sesuia SNI 01-3741-2013 maksimum 10 mek O2/kg maka kedua sampel tidak memenuhi Syarat Nasional Indonesia (SNI) dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
Bilangan peroksida menunjukan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi dan dapat digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak. Ketengikan minyak adalah salah satu indikator kualitas minyak goreng sawit kemasan. Minyak goreng yang telah berbau tengik akan menyebabkan minyak menjadi kental, berwarna gelap, dan berbuih yang dapat menyebabkan konsumen yang mengkomsumsinya akan mengalami iritasi pada saluran pencernaan dan tenggorokan, bahkan akibat paling fatal dari ketengikan minyak adalah keracunan dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan kanker (Nainggolan et al., 2016).
Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan (Widodo et al., 2020).
SIMPULAN DAN SARAN Â
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kadar asam lemak bebas pada minyak curah 1,7067% dan minyak bekas 0,853%. Kadar peroksida minyak curah 35 mek O2/kg dan minyak goreng bekas 20 mek O2/k. Dapat disimpulkan bahwa kualitas kedua minyak goreng tersebut tidak memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) karena melewari ambang batas yang tidak baik lagi untuk dikonsumsi.Â
Sebaiknya kita selektif dalam memilih minyak goreng, apalagi minyak goreng curah dan jangan menggunakan minyak goreng bekas lebih dari 3 kali pemakaian karena berdampak bagi kesehatan tubuh. Penelitian tambahan mengenai minyak goreng kemasan baru perlu dikembangkan sebagai perbandingan mutu minyak goreng yang baik dikonsumsi dan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Qurrota A'yun yang telah memberikan dukungan dan bantuan serta memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H