Mohon tunggu...
Zalfa Ghina Khairunnisa
Zalfa Ghina Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Festival Musik Besar, Evaluasinya pun Besar

29 Desember 2022   18:07 Diperbarui: 29 Desember 2022   18:16 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah menjadi pengakuan banyak orang bahwa munculnya pandemi dua tahun lalu mengubah segalanya. Ketika keadaan mulai kembali seperti semula dengan diterapkannya new normal, orang-orang mulai berbondong-bondong untuk melakukan hal yang tidak bisa dilakukan pada saat pandemi, terutama berkunjung ke tempat yang identik dengan keramaian, salah satunya festival musik.

Baru-baru ini, banyak diselenggarakan kembali festival musik berskala besar di Indonesia salah satunya Berdendang Bergoyang, festival musik yang diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta Pusat. Berdendang Bergoyang ini diselenggarakan selama tiga hari pada tanggal 28, 29, dan 30 Oktober 2022 yang bertepatan dengan libur Hari Sumpah Pemuda dan diikuti oleh libur akhir pekan.

Tanggal merah diikuti akhir pekan, kombinasi hari yang sedemikian rupa sudah dirancang oleh penyelenggara Berdendang Bergoyang. Pengunjung akan semakin banyak mengingat orang-orang yang haus akan hiburan setelah pandemi juga meningkat. Ditambah lagi ada lima panggung penampilan berbeda yang diisi oleh musisi-musisi besar Indonesia, pembelian tiket Berdendang Bergoyang ini meningkat pesat hingga hari H festival diselenggarakan.

Dengan kombinasi hari libur dan lebih dari 50 musisi yang mengisi line up, apa yang menjadi ekspektasi dari acara Berdendang Bergoyang? Pengunjung yang banyak? Keuntungan yang besar?

Dari kedua pertanyaan tersebut, dua-duanya dapat dikatakan benar. Pengunjung yang banyak sudah pasti, malah hingga membludak dan melebihi kapasitas tempat. Keuntungan yang besar juga tak dapat dipungkiri, para pengelola masih saja membuka pembelian tiket pada hari H. Apakah para pengelola tidak memikirkan kemungkinan terburuk dari keuntungan yang mereka raup?

Hari pertama Berdendang Bergoyang dilaksanakan, banyak kendala yang menimpa. Mulai dari penukaran tiket yang terkendala hingga sampah yang dikeluhkan karena kurangnya tempat pembuangan sampah yang memadai. Penonton menyampaikan kritik dan sarannya di laman Instagram Berdendang Bergoyang dan berharap hari kedua akan ada perbaikan.

Nyatanya, hari kedua berlangsung lebih parah. Acara harus diberhentikan lebih awal, karena aparat setempat mendapat laporan bahwa jumlah penonton yang memenuhi Istora Senayan hari itu melebihi kapasitas hingga banyak yang terluka. 

Satu dari lima panggung terpaksa harus ditutup, karena penonton yang membludak ditakutkan akan membahayakan keselamatan. Penonton berbondong-bondong mendatangi panitia dan meminta klarifikasi, namun jawaban pihak penyelenggara tidak memuaskan karena berujung pemberitahuan refund yang sangat tidak membantu di hari itu.

Dampak dari hari kedua yang chaos tersebut, Berdendang Bergoyang hari ketiga dibatalkan. Penonton kecewa dan tenan makanan mengalami kerugian. Bila dikatakan murni kelalaian, sebesar festival musik Berdendang Bergoyang ini seharusnya sudah memiliki rencana cadangan. Dari mulai jumlah penonton hingga keselamatan, seharusnya mereka sudah memiliki bayangan dari kemungkinan terburuk yang akan datang.

Yang Terjadi Tetap Perlu Evaluasi

Festival musik besar yang juga harus dievaluasi besar-besaran. Berdendang Bergoyang seharusnya bisa membatasi penonton yang datang, sehingga tidak terjadi pembludakan. Penjualan tiket di hari H seharusnya dihentikan, karena Istora Senayan juga punya kapasitas maksimal yang harus dipatuhi demi keselamatan.

Pemerintah setempat yang memberikan perizinan juga seharusnya lebih teliti dan waspada. Tak dapat dipungkiri bahwa acara-acara festival musik akan mengambil keuntungan yang besar sehingga dalam praktiknya harus diawasi. Sinkronisasi antara jumlah penonton pada saat mengajukan perizinan dan pada saat acara berlangsung harus dipantau. Bila begini, bukan hanya pihak penyelenggara yang dikritik lalai, tetapi pihak yang memberikan izin juga dipertanyakan. Maka dari itu, seharusnya pihak penyelenggara dan pemerintah bekerja sama untuk lebih meningkatkan keketatan dalam perizinan yang melibatkan banyaknya jumlah penonton.

Ada banyak kasus festival musik yang dibatalkan dan Berdendang Bergoyang hanya salah satu contohnya. Bila festival musik terus mengecewakan, penonton tidak akan lagi memiliki kepercayaan pada para penyelenggara acara. Rencana cadangan, kemungkinan terburuk yang akan datang, dan antisipasi yang harus disiapkan menjadi evaluasi bagi para penyelenggara festival musik di kemudian hari agar tak terjadi lagi hal serupa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun