Mohon tunggu...
Zalfa Azzahra
Zalfa Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Sriwiijaya

Saya suka membaca berita dan opini publik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Merosotnya Demokrasi Politik, Akankah Kita Kembali ke Era Orde Baru?

15 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 15 Oktober 2024   19:43 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cacatnya politik Indonesia semakin hari kian memburuk. Dengan melihat praktik politik yang terjadi saat ini, Ada indikasi bahwa Indonesia mengarah pada 'pseudo democracy' atau demokrasi semu, dimana suatu sistem politik yang mengaku demokratis. 

Namun, dalam prakteknya mengabaikan prinsip-prinsip dan nilai nilai demokratis yang mengekang kebebasan dan keadilan politik. Hal inilah yang dapat membawa indonesia kembali ke era orde baru.

Penyelenggaraan pemilu setiap 5 tahun dalam merealisasikan demokrasi di Indonesia seakan akan menjadi formalitas saja, sebab dibalik pemilihan berkala ini masih ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan para politisi untuk memenangkan suara rakyat, kecurangan inilah yang kini menjadi 'hal wajar' bagi sebagian masyarakat. 

Setiap menjelang pemilu/pilkada atau lebih tepatnya h-1 pemilu/pilkada dilaksanakan selalu terjadi politik uang yang sering disebut sebagai 'serangan fajar'. Masyarakat diberi sejumlah uang untuk diarahkan memilih salah satu kandidat calon Legislatif/calon kepala daerah, Langkah penindak lanjutannya pun sudah banyak dilakukan. 

Namun, selama ini Partai Politik menggunakan relawan yang tidak terdaftar di KPU, sehingga Bawaslu tidak dapat menindaklanjuti laporan pelanggaran, politik uang bahkan menjadi pemicu korupsi yang akan dilakukan politisi tersebut setelah ia terpilih nanti. 

Korupsi pun menjadi hal lumrah dalam politik sekarang ini. Pasalnya, para politisi yang melakukan praktik politik uang tadi setelah terpilih, ia akan mengembalikan modal yang ia keluarkan sebelumnya dengan cara korupsi ini, uang yang ia beri tadi tidak sebanding bukan dengan yang ia ambil juga dari rakyat?

Korupsi merajalela menyebabkan pembangunan yang tidak merata serta kesejahteraan sosial yang diabaikan. Lalu, kemana perginya isi dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan tujuan "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa" itu jika APBN masuk ke saku para pejabat?

Tak hanya itu, kebebasan berpendapat pun kini bahkan dibatasi oleh pemerintah, dengan Rancangan revisi UU penyiaran yang dilakukan oleh DPR pada bulan juli lalu, yang menuai perdebatan bagi para pers. 

Jika UU ini disahkan maka pemerintah mengambil alih peran pers, hal ini akan menimbulkan berita yang berpihak atau sejalan dengan apa yang diinginkan pemerintah untuk di publish, masyarakat tidak akan tahu kejahatan-kejahatan yang dilakukan para pejabat. 

Media dibungkam dan masyarakat dibodohi oleh pemerintah, Jika hal ini terjadi maka demokrasi semakin tergerus dan ya, kita benar benar kembali ke masa orde baru lagi dengan pemerintahan otoriter, tanpa adanya kebebasan berpendapat.

Kecacatan demokrasi ini menjadi keruh ditambah adanya politik dinasti pada keluarga presiden ke-8 kita yaitu, Joko Widodo. 

Terkait putusan MK yang menyatakan bahwa "seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu" hal ini menuai kontroversi serta spekulasi bahwa putusan ini didasari agar Gibran Rakabuming Raka dapat maju pada pemilu 2024 ini. 

Lalu, putra keduanya Kaesang Pangarep akan maju pada Pilkada gubernur Jakarta. hal ini lah yang membuat masyarakat berspekulasi bahwa Joko Widodo ingin menciptakan politik dinasti, sama halnya yang dilakukan presiden kedua kita pada masa orde baru lalu.  

Sebagai generasi emas penerus bangsa, kita dapat berpikir kritis atas isu isu yang terjadi disekitar kita, serta menemukan solusi dari permasalahan yang ada. 

Namun, permasalahan yang sudah mengakar ini tidak akan mudah untuk diatasi bahkan mungkin membutuhkan waktu lama untuk diatasi secara tuntas, bahkan tak jarang, aktivis yang dulu sangat menentang kebijakan pemerintah sekarang malah bergabung ke dalam sistem pemerintahan, tidak ada yang tahu mungkin niat awal bergabung untuk menghancurkan sistem dari dalam. 

Namun, malah terjerumus ikut andil dalam kekacauan yang dulunya sangat ditentang. 

Lantas, jika kita tidak dapat membawa perubahan yang besar, kita dapat melakukan perubahan kecil terlebih dahulu. Berikut hal yang dapat kita lakukan dalam upaya meningkatkan demokrasi politik Indonesia:

  1. Mengubah cara berpikir dan berperilaku politik: Ini berarti bahwa kita sebagai anak muda memilih calon wakil rakyat berdasarkan kriteria yang sesuai serta tidak menerima perlakuan politik uang dari salah satu calon kandidat, supaya terpilihnya kandidat yang layak untuk mewakili aspirasi rakyat

  2. Mengikuti berita serta isu-isu politik yang sedang terjadi: memberi arti bahwa kita sebagai anak muda harus update serta berpikir kritis dalam menanggapi isu isu yang terjadi

  3. Bersikap informatif: yaitu dengan memberikan informasi terkini ke khalayak publik, agar semakin banyak orang yang mendapatkan edukasi tentang demokrasi politik di Indonesia.

Seperti kutipan pidato dari Ir. Soekarno "Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia" memberi arti bahwa generasi muda dapat membawa perubahan bagi Indonesia kedepannya, menjadi Indonesia emas dengan sistem demokrasi yang benar adanya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun