Cacatnya politik Indonesia semakin hari kian memburuk. Dengan melihat praktik politik yang terjadi saat ini, Ada indikasi bahwa Indonesia mengarah pada 'pseudo democracy' atau demokrasi semu, dimana suatu sistem politik yang mengaku demokratis.Â
Namun, dalam prakteknya mengabaikan prinsip-prinsip dan nilai nilai demokratis yang mengekang kebebasan dan keadilan politik. Hal inilah yang dapat membawa indonesia kembali ke era orde baru.
Penyelenggaraan pemilu setiap 5 tahun dalam merealisasikan demokrasi di Indonesia seakan akan menjadi formalitas saja, sebab dibalik pemilihan berkala ini masih ada kecurangan-kecurangan yang dilakukan para politisi untuk memenangkan suara rakyat, kecurangan inilah yang kini menjadi 'hal wajar' bagi sebagian masyarakat.Â
Setiap menjelang pemilu/pilkada atau lebih tepatnya h-1 pemilu/pilkada dilaksanakan selalu terjadi politik uang yang sering disebut sebagai 'serangan fajar'. Masyarakat diberi sejumlah uang untuk diarahkan memilih salah satu kandidat calon Legislatif/calon kepala daerah, Langkah penindak lanjutannya pun sudah banyak dilakukan.Â
Namun, selama ini Partai Politik menggunakan relawan yang tidak terdaftar di KPU, sehingga Bawaslu tidak dapat menindaklanjuti laporan pelanggaran, politik uang bahkan menjadi pemicu korupsi yang akan dilakukan politisi tersebut setelah ia terpilih nanti.Â
Korupsi pun menjadi hal lumrah dalam politik sekarang ini. Pasalnya, para politisi yang melakukan praktik politik uang tadi setelah terpilih, ia akan mengembalikan modal yang ia keluarkan sebelumnya dengan cara korupsi ini, uang yang ia beri tadi tidak sebanding bukan dengan yang ia ambil juga dari rakyat?
Korupsi merajalela menyebabkan pembangunan yang tidak merata serta kesejahteraan sosial yang diabaikan. Lalu, kemana perginya isi dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat dengan tujuan "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa" itu jika APBN masuk ke saku para pejabat?
Tak hanya itu, kebebasan berpendapat pun kini bahkan dibatasi oleh pemerintah, dengan Rancangan revisi UU penyiaran yang dilakukan oleh DPR pada bulan juli lalu, yang menuai perdebatan bagi para pers.Â
Jika UU ini disahkan maka pemerintah mengambil alih peran pers, hal ini akan menimbulkan berita yang berpihak atau sejalan dengan apa yang diinginkan pemerintah untuk di publish, masyarakat tidak akan tahu kejahatan-kejahatan yang dilakukan para pejabat.Â
Media dibungkam dan masyarakat dibodohi oleh pemerintah, Jika hal ini terjadi maka demokrasi semakin tergerus dan ya, kita benar benar kembali ke masa orde baru lagi dengan pemerintahan otoriter, tanpa adanya kebebasan berpendapat.
Kecacatan demokrasi ini menjadi keruh ditambah adanya politik dinasti pada keluarga presiden ke-8 kita yaitu, Joko Widodo.Â