Siapa bilang, libur lebaran hanya bicara tentang mudik ke kampung halaman sambil bernostalgia, atau bersua dan jalin silaturahim dengan sanak saudara serta jiran tetangga?
Momentum lebaran, juga menyediakan ruang pelampiasan selera, kan? Sehingga, sebisanya meluangkan waktu atau malah curi-curi kesempatan untuk icip-icip kuliner nusantara.
Gawatnya, urusan selera ini tak memiliki ukuran yang sama. Setiap lidah berbeda rasa.
Anggaplah, kita mengerucut pada jenis masakan. Misalnya, karena aku orang Minang, jika ditanya pilih Rendang, atau Dendeng? Jika kujawab Rendang. Akan disusul pertanyaan: Yang terenak?
Ruang pilihan jawabanku akan menjadi sempit dan sulit. Sesulit memastikan cintamu hanya untukku. Ahaaay....
Kemudian, bila kujawab rendang buatan ibuku? Nah. Bisa jadi, pertanyaan terhenti. Gegara unsur subjektifnya terlalu kental! Tapi, aku punya alasan kenapa Rendang Ibuku is the best!
Ibuku Bukan Koki, tapi Master Chef!
Begini. Aku terlanjur menyatakan, ada perbedaan antara Koki (Juru Masak) dan Master Chef.
Koki atau juru masak, akan mengolah bahan-bahan makanan mentah menjadi hidangan, sesuai dengan panduan resep atau bumbu yang telah ditentukan.
Sedangkan Master Chef, tak hanya mengolah. Tapi punya kemampuan meracik bahan yang ada, dengan apapun bumbu yang tersedia. Jadi, ia memiliki kemampuan membuat hidangan tanpa panduan.
Sebagai orang yang dilahirkan dan besar di Ranah Minang, ibuku (Amak), memiliki banyak keterampilan mengolah masakan Minang.
Dan, akupun sering pamer dan bilang pada orang-orang. "Amak adalah seorang Master Chef!"