Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

3 Seni Memaknai Ramadan

1 April 2023   23:24 Diperbarui: 1 April 2023   23:28 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Anggur| foto:pixabay.com

Hai lagi!

Bagaimana puasamu hari ini? Tak lagi sekadar merasakan haus dan lapar, kah? Jika masih begitu, tak perlu khawatir!

Adakalanya diri kita mampu cepat beradaptasi dengan ritme Ramadan. Namun, terkadang malah susah untuk diajak kompromi. Hiks...

Ketika diajukan pertanyaan padaku: Kenapa bisa begitu? Berpijak pada teori kelirumologi, kali ini kutulis 3 hal yang boleh jadi sebagai argumentum ad momentum, ya?

Kaktus Simbol Kemampuan Beradaptasi| foto:pixabay.com
Kaktus Simbol Kemampuan Beradaptasi| foto:pixabay.com
Pertama: Ramadan dan Seni Beradaptasi

Begini, suka atau tidak suka, secara sadar atau autopilot, saat menjalankan Ramadan kita dihadapkan dengan beberapa perubahan  dalam beragam unsur kehidupan, yang sebelumnya menjadi kebiasaan sebelum Ramadan.

Anggaplah sebagai contoh adalah perubahan pola makan. Di pagi hari terbiasa menikmati sarapan, pada tengah hari makan siang, plus ditutup dengan makan malam. Maka, selama Ramadan, harus ada "pergeseran" dari rutinitas itu, kan?

Semisal pergeseran tentang waktu, jenis dan ragam makanan-minuman, mungkin juga tentang kualitas dan kuantitas menu di meja makan. Mengingat kebebasan untuk makan dan minum berkurang selama 12 -14 jam.

Hal di atas, baru tentang makan dan minum, tah? Belum lagi tentang perubahan pola tidur atau waktu beristirahat, pola serta waktu kerja dan seterusnya. Jika gagal mengatur dan mengikuti alurnya, ada kemungkinan hadir gangguan pada fisik dan psikis, kan? Padahal, kedua hal itu menjadi kunci untuk menghadapi Ramadan.

Kukira, kemampuan beradaptasi pada kebiasaan dan rutinitas keseharian menjadi faktor penentu untuk menjalani Ramadan.

Buah Anggur| foto:pixabay.com
Buah Anggur| foto:pixabay.com
Kedua. Ramadan dan Seni Menahan Diri.

Garis awal waktu berpuasa itu ditandai dengan istilah Imsyak. Istilah yang diambil dari Bahasa Arab itu bermakna "menahan".

Hal itu, diambil dari potongan makna harfiah puasa dalam (Bahasa Arab: Siam) yaitu Imsyaku anni Syaiin yang berarti "Menahan diri dari segala sesuatu". Jadi, puasa tak lagi sekadar menahan rasa lapar dan haus, kan?

Sebagian ahli fiqih menyatakan batasan dari makna menahan diri "segala sesuatu" itu adalah dari hal-hal yang membatalkan atau mengurangi nilai ibadah puasa seseorang. Semisal nafsu syahwat.

Aih, malah teoritik! Kuajukan contoh murah meriah aja, ya?

Apatah di meja makanmu saat ini masih tersisa sereguk kopi dingin, teh manis atau beragam minuman sisa berbuka puasa?

Jika bersisa, mungkinkah membiarkan barisan semut ikut serta merayakan momen berbuka? Atau, mungkinkah sisa minuman itu berakhir di tempat cuci piring?

Atau malah usaha mereka berujung duka? Ketika semut-semut itu menemukan kematian karena kekenyangan usai berpesta dari minuman sisa? Atau lagi, mereka malah tenggelam dalam bak cucian?

Aih, begitulah! Terkadang, dari yang tersisa pun. Bisa berujung nestapa, kan?

Coba semisal tak pernah ada minuman sisa? Bisa saja, komandan barisan semut itu, tak mengajak pasukannya untuk ikut serta berpesta, kan?

Itu baru minuman sisa! Bagaimana dengan sepotong bakwan yang baru terusik satu gigitan? Atau sepotong goreng pisang yang bersisa setengah?

Terkadang, Ramadan tak hanya menahan diri dari lapar dan haus, kan? Tetapi juga menahan diri dari perilaku sia-sia (mubazir).

Ketiga. Ramadan dan Seni untuk Bertahan.

Izinkan, pada poin ketiga ini, kupinjam dari kamus Art of War milik Tsun Zu. Salah satu kredo Panglima perang Tiongkok itu adalah:

"Jika kekuatan pasukanmu sedikit, maka susunlah pertahanan. Pemilik kemampuan untuk bertahan, berpeluang besar memenangi pertempuran."

Bulan Ramadan adalah ruang berlatih untuk menemukan seni bertahan. Puasa tak lagi sebagai ajang pertempuran dari rasa lapar dan haus atau menahan dan menata hawa nafsu. Tapi lebih dari itu!

Para istri mesti bertahan dari kantuk dan letih, kerena selama satu bulan mesti terjaga dini hari serta sorenya sibuk di dapur, agar anggota keluarga bisa menikmati sahur dan berbuka agar mampu menjalankan ibadah puasa dengan baik.

Para suami, bersiap untuk memastikan asap dapur selalu ngebul. Plus berpikir dan berusaha keras menyediakan dana ekstra untuk menu berbuka dengan aneka takjil bagi keluarga tercinta, di luar anggaran pengeluaran bulanan.

Anak-anak mesti bertahan dari rasa lapar, haus, letih atau rasa kantuk, ketika harus berjibaku dengan rutinitas dan tugas-tugas sekolah. Sebagai wujud cinta agar tak mengecewakan atas jerih payah orangtua.

Begitupun para pekerja di bidang jasa dan barang. Mereka dituntut untuk bertahan sebagai atasan maupun bawahan dengan tuntutan pekerjaan sembari menjalankan ibadah puasa. Tak jarang, malah kesibukan semakin bertambah di momentum Ramadan!

Susah? Pasti! Makanya, butuh sebulan latihan intensif! Dan Ramadan setiap tahun selalu ada, kan?

Anak Kecil Berbuka Puasa| foto:pixabay.com
Anak Kecil Berbuka Puasa| foto:pixabay.com
Akhirnya....

Begitulah! Ada banyak ruang bagi kita untuk memaknai Ramadan dengan cara dan menurut pemahaman diri masing-masing.

Setidaknya, ketiga hal  yang kutulis di atas, bisa menjadi jawaban ringkas dari sebuah lagu jadul yang acapkali diputarulang saat Ramadan menjelang:

Ada anak bertanya pada bapaknya
Untuk apa berlapar-lapar puasa?
Ada anak bertanya pada bapakya
Puasa tarawih apalah gunanya?

Jawabanku:

Begini, Nak!
Berpuasa itu tak hanya tentang menahan lapar dan haus. Tapi adalah sebuah seni! Seni untuk beradaptasi, Seni menahan diri, dan seni bertahan. Biar nanti bisa memenangkan pertempuran dengan merayakan hari lebaran!

Duh, malah kepanjangan! Udah dulu, ya? Tetaplah sehat untuk semua! Agar bisa menjalankan ibadah puasa  dengan ceria. Salam!

Curup, 01.04.2023
zaldy chan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun