Padamu yang aku tak pernah berdoa untuk bertemu:
Pertama kali bertemu, aku memilih kata malu untuk mewakilkan rasa takutku.
Baju seragam baru, sepatu hitam dan kaos kaki baru, tas sandang berwarna biru beserta isinya yang baru tersampir di bahu. Semua serba baru.
Agaknya, hal-hal baru yang memacu ragu, lebih dari cukup sebagai alasanku. Namun, kau tak pernah menanyakan itu.
Kau sapa aku dengan senyuman, kau ajukan tangan untuk bersalaman, kau antarkan aku ke dalam barisan di halaman. Semua terlihat nyaman.
Mungkin, caramu memicu rasa aman, lebih dari cukup untuk memantik keyakinan. Lagi, kau tak pernah tanyakan itu.
Terbata aku mengenal aksara, tertatih mengeja kata demi kata, hingga letih logika menulis angka. Ujarmu: Teruslah berlatih, agar terlatih!
Pernah aku berbisik pada bisu, terkadang, kau  menyerupai ayah dan ibuku. Salahku! Tak sempat ucapkan itu di hadapmu.
Padamu yang aku tak lagi mungkin bertemu:
Biarlah liris doaku tersimpan di jejak waktu. Untukmu.
Curup, 24.11.2022
zaldy chan