Tak lagi ritmis. Gerimis telah menjelma butir-butir hujan. Menghadirkan riuh deting di atap rumah. Meluluhkan bisikan hening di pintu resah.
Senja menitipkan sesak kabut di tepian cermin bening. Seraut wajah lusuh bergeming. Membiarkan tiupan angin menggoda helai-helai rambut legammu. Menemani tarian bisu di ruang tamu.
"Hujan lagi, Mas!"
Suaramu mengusir bisu menjauh dari ruang tamu. Mungkin menyelinap di antara lipatan tirai jendela, kemudian jatuh terjerembab di halaman. Atau ia bertahan, dan bersembunyi di antara hunjaman bulir hujan. Bersiap untuk kembali.
"Kau rindu?"
Terlambat! Satu pertanyaanku, lebih dari cukup untuk mengajak pulang bisu, kembali merajai ruang tamu. Di antara derai hujan, kau dan akupun kembali mengarsir gulir waktu.
***
"Aku harus pergi, kan?"
Sekilas, tanganmu bergetar di udara. Dan lenyap, ketika segelas kopi, kau letakkan di hadap dudukku.
Tanpa suara. Kakimu memilih mengajak tubuhmu mendekati jendela. Mataku melewati punggungmu, menatap sisa-sisa hujan yang ditinggalkan senja.