Mungkin, saat ini anak bangsa sedang meramu ulang makna kemerdekaan di era kekinian? Atau malah gagap memilah dan gugup memilih mana sikap positif dan apa sikap negatif. Bersebab, tak memiliki panduan dan ukuran yang serasi dan selaras?
Aih, lupakan! Anggaplah, dua bangunan asumsi di atas, gegara aku menggunakan rumus kiramologi. Ahaaaay....
Mengasingkan Benci, Mengosongkan Mimpi
Bagiku, subjudul ini, mungkin bisa sedikit menjawab dua asumsi di atas. Alasannya?
Pertama, tentang Mengasingkan Benci
Silakan tilik catatan, kisah atau memoir para pendahulu bangsa. Akan terajut benang merah yang sama: "Bangsa ini hadir, karena rasa cinta. Bukan bibit benci!"
Poin ini, berbanding lurus, jika meminjam teori sebab terjadinya sebuah negara: Karena ada keinginan untuk hidup bersama.
Logikanya, bagaimana bisa hidup bersama dengan memelihara rasa benci?
Tak perlu meminjam petikan banyak kisah. Cukuplah hikayat perang Bharatayudha menjadi pelajaran dan pembelajaran. Bagaimana Kurawa dan Pandawa yang senyatanya bersaudara, akhirnya saling tikam dan tenggelam!
Hematku, bila masih tak mampu melupakan, mengasingkan rasa benci bisa menjadi tawaran untuk mengisi kemerdekaan.
Apatah mungkin? Silakan dicoba dari hal-hal yang kecil, tah? Semisal berbagi senyuman pada jiran tetangga dan semua orang yang berada di sekitar kita. Yihaaaa....