Tak usah ucapkan perpisahan. Sebab kau dan aku tak pernah memulai pertemuan.
Mungkin kau akan berlari ke puncak-puncak bukit. Mengadu dan meneteskan airmata sebagai bukti rasa sakit. Ke langit. Atau, bersidekap dan menadah tangan di tengah lapangan. Berharap permintaan tak sekadar permohonan.
Aku masih di sini. Hingga nanti, ketika gulir waktu mengajak pergi.
Tak kau temukan debu beterbangan di jalanan. Tak kau jumpai orang-orang menyapamu tanpa senyuman. Sepertimu, mereka memilih tak bertutur kata dan membisu. Menahan tubuh gerah menitik peluh, dan mencegah isi kepala meracik keluh. Di titik jenuh.
Aku tetap di sini. Sebelum aku pergi.
Kau harusnya mengerti. Kepergian bukan kehilangan abadi. Namun, penantian dalam pertikaian sepi.
Hingga nanti. Ketika kau ajukan satu tanya di antara doa dan airmata: Kapan turun hujan, Tuhan?
Curup, 30.11.2021
Zaldy Chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H