Aku ingin menjadi cawan dari bulir lamunan pagimu. Menampung larutan pekat angan yang terkungkung dalam mimpimu
Seperti mimpi. Tak mungkin hari-hari berlalu tanpa matahari, isakmu.
Aku akan menemani senyummu menyesap keheningan bias mentari yang menyusup di ufuk timur sunyi. Atau, membiarkan bibirmu mereguk ketenangan langit jingga, sebelum gelap malam membujuknya bersandar di dermaga senja.
Tapi senja tak pernah berjanji menghapus luka, tangismu.
Maka aku akan mengendapkan duri-duri rasa, agar senyummu tak menghilang di antara timbunan masa. Atau, menyisihkan jelaga cela dari bibirmu, sebelum melukai kata-kata dan bebas menyelinap ke belantara makna.
Kau membisu ketika laju waktuku berdebu, bisikmu.
Kau terlupa? Aku sedang memakamkan sepi di perapian tunggu, memastikan rinai hujan tak mengusikmu. Ketika jasadku lenyap oleh kelopak mawar yang berjatuhan di bawah serumpun kamboja. Aku adalah butiran debu tak bernama. Sepertimu.
Curup, 17.11.2021
Zaldy Chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H