Jika menanyakan makna kemerdekaan pada 181 organisasi profesi yang ada, mungkin akan hadir 181 makna. Bisa jadi dengan konteks yang sama, tapi konten berbeda. Atau sebaliknya.
Bagi seorang Bawahan, bisa saja merasa jengkel selalu diperintah Atasan yang terkadang "merampas" kebebasan. Sehingga menganggap atasan tak mengerti perbedaan makna dari kata bawahan dan suruhan.
Kemudian, diam-diam membayangkan, begitu leluasanya atasan yang memiliki kuasa. Namun, ketika menjadi atasan. Malah banyak bingung, pusing, bahkan sekilas terbit rasa iri para bawahan. Tak perlu banyak mikir, tinggal kerjakan dan minim risiko. Halah!
Bila ditanyakan pada ibu-ibu pedagang sayur di kampungku, bisa jadi merdeka itu, adalah kebebasan menjajakan aneka hasil pertanian mereka di jalanan, melewati pukul 6 pagi tanpa teguran dan usiran Satpol PP. Sehingga tak perlu ke pasar sejak pukul dua dinihari.
Hal yang nyaris sama, mungkin juga diinginkan anak-anak kecil dengan tubuh dicat silver atau pemusik jalanan bermodal ukulele di perempatan jalan. Bebas menadahkan kardus bekas atau telapak tangan kepada pengendara yang mesti berhenti kala lampu merah menyala.
Nah, gegara akan menghasilkan beragam jawaban. Maka, aku tak akan menuliskan makna kemerdekaan dari orang-orang. Tapi, "menebak" makna merdeka dari tanaman rumahan. Boleh, ya?
Bagi Tanaman, Kemerdekaan Itu adalah...
Beranda rumah di lantai dua, saat ini menjadi markas besar bagi 17 jenis tanaman. Area dengan lebar 1,5 meter dan panjang 3 meter itu, adalah "hutan kota" versiku. Didominasi tanaman penyokong ketahanan asap dapur biar tetap ngebul.
Perbandingan luas lahan dan jumlah tanaman itu, yang menjadi pijakan tebakanku hingga menuliskan artikel ini.
Pertama, Bertahan dengan Keterbatasan.
Karena lahan yang sempit, maka setiap tanaman dipaksa dan memaksa diri beradaptasi dengan situasi dan kondisi.
Misalnya? Sayur Pakchoy mesti ikhlas hanya diberi segenggam tanah di dalam 15 gelas bekas air mineral, dan disusun padat pada kotak bekas buah anggur berbahan stereofoam.
Begitu juga dengan 3 varietas Cabai Rawit. Mesti ikhlas selalu dipretelin (prunning), agar tetap berukuran minimalis tapi memberikan hasil yang menghadirkan senyuman manis.
Sing penting bertahan!
Kedua, Berbagi Ruang dan Asupan Makanan.
Di dalam polybag ukuran sedang, tak menjadi masalah bagi satu rumpun tanaman Cabe Merah Keriting, mesti berbagi tempat dan rumpun Bawang Daun, Kunyit, Lengkuas atau Kencur.
Dua pohon Tomat yang sedang berbunga, mesti rela dijalari lima batang Kacang Panjang yang masih pada fase vegetatif. Dan, mungkin saja nanti akan "dikuasai".
Sejauh ini, tak ada upaya saling merusak antar kedua jenis tanaman itu. Keduanya, tetap berperan sebagai tomat dan kacang panjang. Belum berubah menjadi mawar yang mungkin durinya berpotensi menyakiti satu sama lain.
Sing penting tumbuh!
Ketiga. Menerima Keadaan dan Perbedaan.
Dua rumpun Daun Pandan Wangi, mesti menerima keadaan ditanam pada ember bekas coran semen. Beberapa daun bawang dan benih cabai ditempatkan pada wadah bekas popmie atau kaleng roti.
Di sisi lain, sayur Kangkung, sayur Sawi Bunga dan Pakchoy harus antri bergantian untuk tumbuh di media bekas kotak anggur. Begitu juga Daun Mint yang sibuk melingkari botol bekas minuman atau Lidah Buaya yang merimbuni kaleng bekas cat tembok ukuran 5 Kg.
Tak ada rajuk dari Daun Saledri, saat menyaksikan satu spesies ditempatkan berdampingan, tapi berbeda media. Ada di pot plastik, dalam polybag berbeda ukuran, atau pada potongan botol bekas.
Pokoke nrimo!
Keempat, Tetap Memberi Manfaat.
Kukira, sepertiku. Semua tanaman pun ingin memberikan yang terbaik, tapi memaklumi dengan segala keterbatasan yang ada.
Rutinitas memberi nutrisi organik (semoga bisa kutulis pada artikel berbeda), tanpa pupuk kimia sintetis, diganjar aneka sayuran yang tumbuh lumayan subur, dan bergantian menjangkau dapur.
Ketika mengatur penyiraman, diganjar daun mint yang terus tumbuh, walau setiap sore hari 5 helai daunnya dipetik untuk diseduh air mendidih tanpa gula. Dijadikan minuman teh untuk menjaga kestabilan tubuh.
Air cucian beras yang diberikan kepada tanaman lidah buaya, membuatnya tetap rimbun. Walau sering diambil lidahnya untuk dijadikan bahan penyemprotan semua tanaman. Sebab memiliki kandungan zat perangsang tumbuh (ZPT).
Kunyit dan lengkuas belum keberatan, sekali seminggu diambil umbinya. Untuk diracik menjadi bahan pengusir hama. Berperan sebagai insektisida dan fungisida nabati plus alami.
Belum lagi Bawang Daun, salendri, dan cabai rawit yang acapkali diambil untuk memperkuat cita rasa bakwan dan nasi goreng! Ahaaaaay...
"Jadi, di Beranda gak ada bunga, Bang?"
Oh, ada bunga Melati, Mawar Merah, Jengger Ayam dan beberapa jenis bunga lain. Tak hanya menambah estetika, juga sebagai bunga "refugia". Â Fungsinya untuk pengalih hama tanaman. Sebab, konsepku adalah"mengendalikan" hama.
Tak masalah jika satu atau dua tumbuhan "dicicipi" ulat atau kutu daun. Selagi kupu-kupu dan lebah madu masih mampir, artinya ekosistem kehidupan di "hutan kota" beranda rumah masih terjaga.
Jadi?
Aku membayangkan! Jika setiap individu bisa berperan seperti tebakanku pada makna kemerdekaan tanaman itu, pasti akan maknyus!
Bayangkan jika setiap orang mampu bertahan dalam segala keterbatasan. Tak akan ada keinginan untuk berlaku curang menutupi aneka kekurangan.
Saat memiliki uang lima ribu, maka yang terpikir adalah apa saja yang bisa dibelanjakan dengan uang sejumlah itu. Tak berangan-angan membeli barang seharga lima puluh ribu atau lebih yang berujung menghabiskan energi dan memantik emosi.
Jika mau berbagi dan menerima keadaan serta perbedaan, mungkin akan meminimalisir keluhan dan curhatan sana-sini. Bisa jadi, tak ada perasaan paling menderita sendiri, paling miskin sendiri, dan paling-paling lainnya.
Bila memiliki hasrat, walau minimalis, saling memberi manfaat bagi orang lain. Mungkin saja, tak ada sisi inferior-superior! Karena semua akan terikat pada kata "saling".
Jika sudah begitu, ekosistem kehidupan akan berjalan. Bergerak dan saling mengisi sesuai peran dan fungsi.
Indah, kan?
Curup, 20.08.2021
Zaldy Chan
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H