Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengulik Istilah "Rambut Gondrong" dari Kacamata Alumni Gondrongers

28 Juni 2021   19:17 Diperbarui: 28 Juni 2021   19:34 3190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Model berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)

Di negeri Dongeng, dikenal sebutan Putra Mahkota. Namun, jika urusan rambut, kata "Mahkota" identik dengan Perempuan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rambut adalah: Bulu yang tumbuh di kulit (terutama kepala).

Dalam kamus kecantikan, artinya jadi bertambah. Dikenal dengan istilah "rambut adalah mahkota". Mesti dirawat dan dijaga sedemikian rupa, karena berharga.

Akhirnya, kata mahkota "dipaksa" merujuk kepada status berdasarkan jenis kelamin, semisal Ratu, Permaisuri atau Putri.

Simbolisasi itu, bisa dilihat pada acara penobatan ajang pemilihan Putri atau Ratu Kecantikan.

Bagaimana dengan kaum adam? Hematku, belum ada istilah populis seperti penggunaan kata "mahkota" yang rekat identik pada kaum Hawa. Jadi, rambut tetaplah rambut.

Jadi, lupakanlah, jika kaum Adam berniat membuat istilah tandingan semisal menggunakan kata "Singgasana". Wong, istilah itu buat tempat duduk, bukan untuk kepala, tah?

Eh, sebagai alumni Gondrongers, aku tulis tentang rambut gondrong, ya?

Ilustrasi lelaki berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi lelaki berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Mengulik istilah "Gondrong", Bias Gender?

Dalam KBBI, dicantumkan Gondrong adalah : Panjang karena lama tak dipangkas (tentang rambut orang laki-laki). Jejangan, kata Gondrong, salah satu kata yang bias gender. Karena ada penegasan kalimat di dalam kurung itu.

Terus, jika menggunakan makna harfiah ini. Maka akan ada tiga varian yang bisa ditelaah secara kiramologi.

Pertama.
Bisa saja diambil kesimpulan, gondrong itu bukan rambut yang panjang. Tetapi, rambut yang panjang karena lama tak dipangkas, baru disebut gondrong. Jadi, biarpun rambutnya terlihat pendek, kalau masuk kategori lama tak dipangkas, disebut rambut gondrong!

Dan, KKBI tak menyediakan penjelasan durasi waktu dari "lama tak dipangkas" itu. Apatah satu bulan, satu tahun, atau bertahun-tahun?

Kedua.
Istilah gondrong tak berlaku buat jenggot, kumis atau brewok yang panjang. Biarpun panjang atau seumur hidup tak pernah dipangkas.

Alasannya? Walaupun jenggot, kumis dan berewok masuk kategori bulu, namun tak termasuk pada kategori rambut di kulit kepala. Sebagaimana syarat sebutan istilah gondrong.

Ketiga.
Dalam kajian interaksi sosial. Sebutan gondrong itu dilekatkan, karena membandingkan orang yang memiliki rambut lebih panjang dengan pemilik rambut yang pendek.

Padahal, cara paling gampang menghindari sebutan gondrong itu, rambut yang panjang dipangkas saja 0,001 milimeter.

Kata "DIPANGKAS", walaupun rambut masih sangat panjang. Tak bisa disebut gondrong! Sesuai definisi dari KBBI.

jika ternyata rambut sudah capek tumbuh. Jangan bersedih, itu merupakan sebuah keberuntungan! Sebab, akan terhindar dari kalimat gondrong. Halah!

Ilustrasi Musisi Rock identik berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi Musisi Rock identik berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Kenapa Memilih Gondrong?

Walau terkesan lucu, pertanyaan yang butuh alasan dan penjelasan ini, acapkali diajukan. Jawabannya bisa serius, bisa juga jauh dari alasan yang logis.

Misalnya?

Pertama, Karena Janji atau Tradisi.
Saat SD, ada teman lelakiku yang memiliki rambut panjang mirip anak perempuan. Dan, terkadang bikin keki, karena selalu lolos otomatis saat razia rambut panjang.

Temanku punya alasan khusus. Orangtuanya memiliki nazar akan membuat acara cukur rambut dengan memotong dua ekor kambing, layaknya acara akikah. Karena terkendala biaya, jadi tertunda. Saat SMP, baru dipotong.

Di luar nazar yang erat berhubungan dengan keyakinan, ada juga komunitas di nusantara yang memiliki tradisi ini, kan? Bahkan ada yang percaya, jika rambut dipotong tanpa acara selamatan akan mengalami sakit-sakitan.

Kedua, Sebagai Identitas
Pada beberapa komunitas atau profesi, Gondrong adalah identitas. Misalnya? Lihat saja musisi rock tahun 80-an hingga akhir 90-an, identik dengan rambut gondrong.

Tak hanya musisi. Para seniman juga merekat dengan rambut gondrong. Dulu, terasa seperti sayur kurang garam kalau melihat seniman tanpa gondrong. Jamak terekam di benak saat melihat rambut gondrong, adalah roker atau seniman!

Bagiku, gondrong pernah menjadi identitas. Karena jika ada yang mencari, akan mudah dikenali. Saran dari teman-teman, bila ada yang mencariku adalah:

"Temui yang rambutnya gondrong!"

Ketiga, Bagian dari Gaya hidup.
Bila kembali ke film masa era 70-an dan awal 80-an. Semisal Rano Karno, Roy Marteen atau Sophan Sopian, mereka berambut gondrong! Walau tak awut-awutan semisal musisi rock.

Aku menyebutnya Pemuda 70-an. Rambut panjang sebahu, ada poni, berkumis, serta brewok tipis sebatas daun telinga. Anggota grup musik The Beatles mungkin jadi acuan mode saat itu, ya?

Itu pun, ditambahi celana cutbray yang lebar plus sandal atau sepatu bersol tinggi dan tebal. Mirip-mirip kapal!

Bagaimana sekarang? Aih, aku susah mendefinisikan gaya rambut! Botak dituduh seksi, klimis diklaim rapi, rambut sisir semrawut dianggap laki bingits. Gondrong? Aku gak mau jawab!

Ilustrasi Model berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi Model berambut Gondrong (sumber gambar: pixabay.com)
Terus?

Memilih memiliki rambut gondrong itu punya keasyikan tersendiri. Setidaknya, mudah diingat dan gampang dikenali. Namun, juga ada hal-hal yang perlu dilakukan.

Sedikit riweh karena dihadapkan pada risiko pilhan itu, semisal mesti rajin dan rutin keramas. Kemudian, tak lupa menyiapkan pengikat rambut saat bepergian. Pilihan praktis, seperti karet gelang dari bungkusan nasi padang.

Mental juga perlu dilatih khusus. Memiliki rambut gondrong, artinya bersiap menjadi "sasaran" mata dan objek cerita. Apalagi acara formal.

Tak semua orang merasa baik-baik saja, jika semisal melihat ada pejabat yang berambut gondrong, kan?

Tulisan ini, bukan pembelaan, walau itu termasuk tujuan. Hanya sekadar berbagi, ternyata setiap kata memiliki makna dan auratnya masing-masing. Termasuk kata Gondrong. Ahaaaay....

Curup, 28. 06.2021
zaldy chan
[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun