I/.
Jakarta hari ini belumlah tua. Hanya beranjak tua. Nanti, carilah cerita tentang kota tua dunia di pustaka. Diam-diam kau akan percaya, tua hanya barisan angka.
Bila kota ini sempat membuat dahi berkerut, mata berkabut, dan mulut kusut. Mungkin kaulah yang tampak tua. Tanyakan saja pada anak-anak muda yang rela berkorban jiwa raga menumpang tua.
Terkadang, tak perlu menunggu rabun dan menuai uban untuk menjadi tua.
II/.
Jakarta hari ini belumlah lelah. Hanya tampak lelah. Nanti, kau pasti terbiasa membedakan pemilik wajah yang ramah dan marah.
Jika kota ini dianggap tak murah, mungkin karena bentuk senyummu ketlisut, atau ruang hatimu lagi tersudut. Sesekali, coba tanyakan pada orang-orang yang masih betah bertahan di setiap lampu merah.
Terkadang, tak semua mampu direngkuh. Ini bukan tentang lagak angkuh atau butuh tangguh.
III/.
Jakarta hari ini adalah kota bahagia. Hanya masih tertunda. Di bilik asa. Kau lupa, memiliki cita-cita salah satu tanda bahagia?
Andai kota ini sempat membuat asamu berduka dan terluka, kau mungkin melupakan cerita lama. Kota ini dibangun sebagai tempat berniaga, bukan untuk mengejar cita-cita.
Terkadang, tak harus meraih cita-cita untuk bahagia. Entahlah, jika kau berpikir tentang cinta.
IV/.
Sesungguhnya, Jakarta hari ini masih tempat berlindung. Dari segala impian anak-anak kandun. Namun, terkurung perasaan diasuh ibu tiri yang murung.
Kota ini belumlah tua. Hanya beranjak tua.