Ini, belum termasuk kasus orang-orang yang hidup di jalanan. Semisal anak jalanan, pengamen, pengemis dan sebagainya yang biasnya jadi bagian dari tugas Dinas Sosial bahkan Satpol PP.
Jika dalam ujian ada soal pilihan ganda. Maka  saat memilih satu jawaban, akan membebaskan untuk tidak memilih jawaban yang lain. Namun, hal itu tak berlaku saat membangun jalan.
Tak terhitung kali, sebagai pengguna jalan, aku mengalami langsung kerepotan dan rusuhnya anak bangsa dalam merencanakan membangun atau memperbaiki jalan.
Misal?
Ketika ada pelebaran jalan atau pengaspalan ulang. Biasanya dilakukan tutup-buka jalan. Kemacetan, debu dan berbagai kejengkelan mesti ditahan. Toh, untuk kepentingan bersama.
Tak lama kemudian, pengguna jalan dan jalan yang sudah beraspal bagus dan mulus, akan kembali mendapat "gangguan". Bukan berlubang karena hujan atau roda kendaraan. Tapi kegiatan yang legal dan disengaja.
Pernah menemukan palang di tengah jalan bertuliskan, "Mohon Maaf Mengganggu Kenyamanan Perjalanan Anda, Ada Galian Blaa-blaa"?
Mulai dari galian kabel listrik, kabel telekomunikasi, pipa air minum termasuk perbaikan trotoar, siring dan selokan di pinggir jalan.
Parahnya, setelah pekerjaan galian selesai, situasi jalan tak dikembalikan seperti sebelumnya. Malah ada beberapa yang ditimbun sekadarnya.
Aku kadang membayangkan. Apakah para pembuat kebijakan tidak duduk bersama. Kemudian membuat perencanaan perbaikan jalan sekalian melakukan bemacam galian itu dalam satu waktu pengerjaan?
"Sulit! Tergantung ketersediaan anggaran, juga persetujuan mata anggaran untuk proyek itu, Bro!"Â Begitu jawaban temanku yang puluhan tahun bekerja di bagian perencanaan.
Jawaban yang nyaris senada juga dipakai, saat kuajukan keluhan, kenapa jalanan dan jembatan di jalur tempat aku bekerja tak kunjung dilakukan perbaikan?