"Kau ingin menulis senja?"
Satu pertanyaan melesat ke liang telingaku. Selain langit tanpa senja, dan embusan angin yang mengusap tirai jendela. Tak seorang pun ada di dekatku.
Satu-satunya sumber suara, berasal dari gemercik butiran hujan. Berjatuhan di atap, dan terhempas pada bebatuan kerikil di halaman.
"Tinggalkan senja!"
Lagi, satu perintah berdengung seperti sekawanan lebah pemburu putik bunga. Kali ini, tak lagi mengiang di liang telinga. Tapi memantul di  rongga kepala.
"Lupakan hujan!"
Plak! Plak!
Tanpa aba-aba, tangan kananku menepuk telinga kananku. Tak berjeda, satu pukulan dan satu rasa perih menyusul di telinga kiri. Hangat menyebar di kedua pipi, dan bermuara di sudut mata.
"Berhentilah menulis airmata. Klise!"
***
"Menulis tentang apa?"
"Kopi. Boleh, kan?"