Aku mengalami dua kali perubahan. Mata pelajaran PMP berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dan kembali bertukar menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Kali ini, aku tak akan membahas alasan dan ajuan argumentasi tentang perbedaan signifikan dari ketiga pergantian kurikulum tersebut. Mungkin di waktu yang lain.
Yang ingin aku tulis, posisi pelajaran pendidikan Pancasila di dalam tiga kurikulum berbeda, namun "nasibnya" saat belajar dan ketika ujian nyaris sama.
Pelajaran Pancasila hanya 2 jam pelajaran (antara 70-90 menit) dalam satu minggu. Hingga saat ini, di SMP dan SMA juga masih begitu.
Silakan bandingkan dengan jumlah jam pelajaran dalam satu minggu pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA atau IPS. Ada di interval 6, 8, hingga 10 jam pelajaran dalam satu minggu.
Terkadang, tak salah juga jika menyatakan pendidikan Pancasila bukan prioritas dalam kurikulum. Jumlah jam bisa jadi salah satu ukuran, kan?
Walaupun ada argumentasi, Inti pelajaran Pancasila bisa diselipkan dalam Pelajaran Agama, Budi Pekerti atau Aqidah Akhlaq (jika sekolah di bawah naungan Kementerian Agama).
Pertanyaannya, apatah akan sama maknanya dan berbanding lurus jika dikaitkan dengan unsur kebangsaan dan kenegaraan?
Selain tentang muatan kurikulum dan jumlah jam. Pelajaran Pancasila, juga dianggap "kelas dua". Sila tanyakan saja perasaan para pengajar yang memang basis keilmuannya PKn sekarang.
Padahal, gurunya tak bisa sembarang orang, walau punya buku paket sebagai pegangan. Aku dulu harus melalui diklat khusus, baru sah dan dianggap mampu mengajar Pancasila.