Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dear Pejuang Skripsi, Mungkin 3 Alasan Ini Menjadi Sebab Judul Skripsi Amburadul

27 Mei 2021   16:30 Diperbarui: 28 Mei 2021   04:04 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tahu judul itu penting, kan?"
"Iya, Pak!"
"Harus menggambarkan masalah dan isi!"
"Tapi..."
"Ganti judulmu!"

Percakapan itu, salah satu sketsa perjuanganku. Nyaris seperempat abad lalu. Tentang makhluk ajaib bahkan cenderung gaib, bernama skripsi.

Akhirnya, aku bersemayam dengan tak tenang di perpustakaan, di toko buku bekas, di loper koran biar dianggap serius dan pintar. Tapi, usaha itu jauh dari cukup!

Aku pun sibuk bertanya kepada rekan seperjuangan, para senior atau orang yang kuanggap mengerti. Seingatku, lebih banyak keluhan dari pada pertanyaan. Hiks...

Ilustrasi tumpukan buku di perpustakaan (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi tumpukan buku di perpustakaan (sumber gambar: pixabay.com)
Pencarian Judul adalah "Derita Tiada Akhir"?

Bagi mahasiswa semester akhir, kata skripsi dan proses penemuan judul adalah pembuktian dan pembenaran ungkapan pilu, kisah Legenda Ular Putih dari negeri Tiongkok seperti sub judul di atas.

Beberapa anak muda yang memiliki jabatan "mahasiswa tingkat skripsi" yang kuajak diskusi, akan auto galau jika kutanyakan tentang skripsi.

"Lagi cari judul, Bang!"

Aku sempat berpikir. Jejangan, proses pemilihan dan penentuan judul skripsi sudah menjadi momok yang paling menakutkan, daripada penyelesaian skripsi itu sendiri. Kan? Kan?

Secara kiramologi. Menurutku, ada tiga alasan yang memantik kegalauan mahasiswa tingkat akhir, sehingga merasa sulit menemukan judul. Aku tulis, ya....

Pertama, Bekal Mencari Judul Amburadul
Tak bermaksud meremehkan kapasitas keilmuan yang dimiliki mahasiswa. Namun, skripsi adalah telaah sistematis yang butuh pembuktian-pembuktian secara ilmiah, juga dilengkapi data atau fakta.

Masalahnya, agihan mata kuliah metode penelitian, penuh dengan istilah-istilah yang menggunakan "bahasa langit" yang membuat mahasiswa terserang alergi akut.

Padahal mata kuliah metode penelitian, adalah "alat perang" utama menaklukkan skripsi, selain kegigihan mencari referensi serta kepasrahan.

Misalnya? Kukira, akan banyak yang gagap menjelaskan tentang pengertian serta perbedaan Hipotesa, Analisa, Sintesa atau Antitesa. Apatah lagi mengaplikasikannya dalam penelitian dan penulisan.

Semakin gawat, jika pengampu mata kuliah metode penelitian ini, masih bersetia menggunakan pakem semasa mereka kuliah dulu. Enggan memperbaharui perkembangan kajian keilmuan metode penelitian terbaru.

Beberapa curhat yang kudapati. Mata kuliah penelitian lebih fokus membahas tentang sistematika penulisan, cara membuat daftar pustaka, cara membuat kutipan langsung dan tak langsung dan seterusnya.

Lah? Itu mata kuliah metode penelitian atau metode penulisan?

Jejangan, mata kuliah Bahasa Indonesia yang menjadi mata kuliah wajib nasional di semua perguruan tinggi, materi yang diberikan masih tentang struktur kalimat, macam-macam paragraf, dan aneka majas?

Ilustrasi lelaki dan peta konsep (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi lelaki dan peta konsep (sumber gambar: pixabay.com)
Kedua, Tak Berlatih Menangkap Masalah
Aku terkadang kagum dengan sepak terjang teman-teman mahasiswa saat menangkap isu-isu sosial yang kemudian menjadi kerangka dalam aksi, sekaligus menjadi heran. 

Naluri menangkap fenomena yang kemudian dijadikan masalah itu, tak berbekas bahkan nyaris tak bersisa, jika dihadapkan dengan kata sakti "skripsi".

"Cari masalah dulu!"
"Hah?"
"Itu rute paling gampang! Dahulukan mencari masalah. Kemudian diolah menjadi judul!"

Begitulah! Tak jarang kutemukan wajah heran, terkejut, bahkan tertawa jika kusarankan seperti percakapan di atas.

Asumsiku? Sejak kecil, kita terlatih dengan pesan dari para tetua, "Jangan cari masalah!"

Karena terbiasa dengan nasehat atau pesan orangtua yang terkadang bernada ancaman itu, malah terbawa hingga proses penemuan judul dan penulisan skripsi.

Gegara "gagap" mencari masalah, akhirnya penyelesaian studi menjadi masalah.

Saranku? 

Berlatihlah menangkap masalah atau berlatih memerangkap fenomena. Jika masalah sudah ditemukan, maka dengan menggunakan satu atau dua kata tanya, judul akan mudah ditemukan.

Tinggal memilih metode, merumuskan batasan objek, ruang atau waktu penelitian. Maka skripsi akan bisa diselesaikan.

Ilustrasi lelaki sedang membaca majalah (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi lelaki sedang membaca majalah (sumber gambar: pixabay.com)
Ketiga, Cenderung Memilih Judul Bombastis!
Kerapkali kutemukan usulan judul-judul skripsi yang fenomenal dan bombastis. Namun, keteteran jika ditanyakan landasan teori yang dipakai, atau alat ukur yang akan digunakan.

Aku belum tahu motifnya kenapa para pejuang skripsi memiliki kecenderungan menulis judul dengan kalimat bombastis yang menarik minat mata. Namun, telat berpikir jika menyigi data dan mencari fakta penguat, bisa saja berujung derita.

Secara kelirumologi, aku menduga, hal itu juga dipengaruhi budaya literasi saat ini yang memang menyukai judul-judul yang fenomenal dan komersil, semisal di portal berita online atau media sosial.

Risiko lainnya? Gegara ditanamkan di kepala, jika judul itu adalah isi tulisan. Maka jadi terlatih memutuskan dan menyimpulkan sebuah tulisan dari membaca judul. Dan, menjadi sempurna ketika bertemu para ahli yang berbagi tanpa membaca isi. Sing penting, share!

Ilustrasi peta konsep/mind mapping (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi peta konsep/mind mapping (sumber gambar: pixabay.com)
Terus?

Tulisan ini, niatnya untuk berbagi pengalaman untuk pejuang skripsi. Kualami sendiri, juga dari hasil diskusi dengan teman-teman pejuang skripsi saat ini.

Setidanya, ada tiga tahapan yang bisa dilakukan agar judul skripsi bukan lagi alasan di hadapan orangtua dan calon mertua.

Pertama, serius menelaah metode penelitian, dan dampingi dengan metode penulisan. Dua hal ini kajian yang berbeda, tapi saling melengkapi.

Kedua, memulai dengan menangkap masalah atau memerangkap fenomena. Umumnya, jika lebih dulu memilih judul, bakal kesulitan menemukan masalah. Namun, tidak sebaliknya.

Ketiga, memilih objek penelitian sederhana dengan batasan ruang dan waktu dalam skala kecil. Toh, skripsi adalah langkah awal "belajar meneliti". Hal ini berbeda, jika menyelesaikan tesis master atau disertasi doktoral.

Udah, ya! Semoga pejuang Skripsi jadi semangat!

Curup, 27.05.2021
zaldy chan
[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun