[Sejak tadi, gema takbir terhenti.]
Tali-temali pun bersaksi.
Dini hari, tak hanya menawarkan beragam mimpi. Juga sepi. Tentang perjuangan hati meretas janji. Kembali fitri.
Namun, tawaran mimpi tak berlaku pada langkah-langkah sunyi. Terlatih mengeja waktu. Tertatih menunda bisu. Esok pagi menanti. Idul fitri.
Tali-temali ingin bersaksi.
Terbentang di lapangan. Berbaris rapi membentengi angan. Dari orang-orang yang tak lelah menata impian.
Saat orang-orang terbangun. Pagi telah memetik bulir-bulir embun. Melebur kerisauan dengan senyuman. Indahnya kebersamaan.
Dini hari nyaris berlalu pergi. Bersama langkah-langkah sunyi yang menepi. Menatap langit, berharap tak lagi ada rasa sakit.
Dalam diam sanubari. Kecemasan demi kecemasan sentiasa menghampiri. Akankah seteguh janji matahari? Atau singgah dan berpisah.
Tali-temali membisu.
Di antara pijar lampu-lampu yang terpaku. Sepi memangku gelap. Membiarkan aroma kabut malam merenangi senyap.
Di antara terpaan angin dingin yang membeku. Sunyi memangku lelap. Menemani jejak-jejak malam yang perlahan lenyap.
[Sesaat lagi, subuh datang. Kembali gema takbir berkumandang.]
Tali-temali bersiap diri. Bersaksi.
Subuh Idul Fitri 1 Syawan1442 H.
Lapangan Setia Negara Curup
Zaldy Chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H