Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Hobi Koleksi, Jebakan Gaya Hidup di Antara Prestasi, Prestise dan Investasi

5 Mei 2021   20:50 Diperbarui: 5 Mei 2021   20:57 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya aku terpesona, jika ada teman-temanku yang begitu telaten memelihara, merawat bahkan terkadang menyiapkan tempat dan ruangan khusus untuk menata barang-barang koleksinya.

Akupun, tak akan bertanya alasan mereka, kenapa melakukan itu. Rasa suka yang menjadi hobi tersebut, akan bermuara pada dua jawaban sebagai dasar argumentasi. Bisa alasan logis dan mungkin juga tak logis. Seperti rasa cinta. Ahaaay!

Jebakan Gaya Hidup di Antara Prestasi, Prestise dan Investasi

Bukan tak pernah mencoba. Namun, jika urusan hobi koleksi barang, maka aku adalah kolektor yang buruk. Ada 3 penyebab yang akhirnya membuatku terjebak sebagai kolektor. Tapi selalu berujung kegagalan.

Kenapa bisa begitu? Aku tulis saja, ya?

Ilustrasi kelereng. Salah satu benda koleksiku dulu (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi kelereng. Salah satu benda koleksiku dulu (sumber gambar: pixabay.com)
Pertama. Jebakan Keinginan.

Ada kepuasan tersendiri, jika sudah memiliki barang yang diinginkan. Hal itu bisa berasal dari dalam diri, atau akibat dorongan dari orang lain.

Saat kecil hingga SD, aku lumayan jago main kelereng (gundu). Sehingga aku memiliki cukup banyak koleksi kelereng, yang kusimpan di dalam kaleng, dan disembunyikan di bawah tempat tidur. Karena, khawatir ketahuan Amak (ibuku).

Dalam satu minggu, bisa beberapa kali aku menghitung ulang kelereng-kelereng itu. Hanya untuk kesenangan dan kebanggaan pribadi. Ketika mendapati koleksi kelerengku semakin hari semakin bertambah.Bagiku itu prestasi! Akhirnya, Ibuku tahu. tapi kemudian mendiamkan.

Ketika duduk di kelas satu SMP. Tentu saja main gundu tak lagi kulakukan. Yang aku ingat, ibuku membagikan kelereng koleksiku kepada anak-anak tetangga. Kalimat ibuku, enteng sekali: "Mereka lebih layak!"

Kemudian ada kejutan kecil terjadi padaku. Saat anak sulungku berusia dua tahun, Ibuku membawakan satu kaleng roti Khong Guan berisi kelereng. Dan, itu sisa koleksiku dulu yang masih disimpan ibuku. Tuh, kan? Ternyata yang jadi kolektor ibuku. Itu, belasan tahun!

Ilustrasi tumpukan koran. Salah satu benda koleksiku semasa kuliah dulu (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi tumpukan koran. Salah satu benda koleksiku semasa kuliah dulu (sumber gambar: pixabay.com)
Kedua. Jebakan Angan.

Aku suka sepakbola. Dan sempat berangan-angan menjadi pemain bola. Nyaris setiap ada kesempatan, aku akan bermain bola. Jangan tanya pemain idola atau klub favoritku, aku akan susah menjawabnya. Namun, bermacam keadaan memupus impian itu.

Karena itu juga, sejak SMP hingga kuliah, aku membeli dan mengkoleksi tabloid olahraga. Seingatku, ada tiga tabloid yang kubeli sesuai dengan harga dan isi tabloidnya. Tabloid Bola, GO dan Soccer. Aku pernah menulis tentang ini.

Baca juga : Kehilangan dan Rindu Tabloid Bola

Semasa kuliah, 4 dinding kamarku akan dihiasi poster pemain-pemain kesukaanku yang datang dan menghilang seiring waktu. Poster itu, kususun berdasarkan posisi pemain dan formasi favoritku. Itu kuanggap prestise! Hal yang bergengsi masa itu.

Penyuka sepakbola, pasti mengenal formasi klasik 4-4-2, ada formasi serang 4-3-2-1 atau 4-3-3 dan pola 3-5-2. Nah, Poster pemain dengan 4 formasi inilah yang menghiasi dinding kamarku. Beberapa temanku bilang, koleksi tabloidku lebih banyak dari buku kuliah! Hahaa..

Usai kuliah, koleksi tabloid itu kubawa pulang. Dan kuhibahkan pada adik bungsuku yang juga menyukai bola. Dinding kamarnya juga sepertiku dulu. satu kelebihannya, karena menyukai Klub Inter Milan, adikku memiliki banyak buku bekas pakai yang dijadian kliping pemain Inter Milan.


Ketiga. Jebakan Kenangan.

Kukira, ini bisa menjadi alasan utama, seseorang menjadi kolektor barang, kan? Nah, ini yang sulit! Aku acapkali bingung bersikap terhadap barang yang kumiliki, walaupun memiliki kenangan bagiku.

Dulu, aku memiliki beberapa prangko terbitan pertama. Namun, ketika kulihat ada temanku yang lebih intens merawat dan menyimpannya, maka koleksi perangko itu kupilih berpindah tangan.

Begitu juga dengan buku-buku. Aku bukan orang yang baik sebagai pengumpul buku. Jika sebuah buku sudah kumiliki, kemudian aku sudah membacanya. Maka, buku itu kubiarkan beralih ke tangan orang lain yang berminat membacanya.

Sampai sekarang, aku tak sempat menyusun buku di lemariku. Buku-buku tersebut kerapkali berpindah tangan. Hingga aku lupa siapa yang meminjam dan siapa yang tidak mengembalikan. Kuanggap saja mereka lebih memerlukan. Dan, itu investasiku. Haha...

 

Toh, aku pembaca buku. Bukan pengepul atau pengumpul buku! Namun, aku menghormatii dan menghargai orang-orang yang memiliki ratusan hingga ribuan judul buku di lemari buku hingga di ruang tamu. Itu kesukaan dan pilihan, kan?

Ilustrasi lemari buku. Salah satu benda yang jamak dijadikan koleksi (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi lemari buku. Salah satu benda yang jamak dijadikan koleksi (sumber gambar: pixabay.com)
Hobi Koleksi Barang? Jika Nyaman, Lakukan!

Motivasi seseorang memiliki hobi koleksi barang bisa beragam, kan? Ada berdasarkan alasan rasa suka, alasan mengenang prestasi yang pernah diraih, atau sekadar prestise dan gengsi. Tak sedikit juga mengoleksi dengan alasan investasi.

Namun, tak sedikit juga yang kemudian terjebak oleh hobinya. Malah menjadi penimbun barang. Perlahan, rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal, malah berubah fungsi menjadi gudang. Bahkan untuk sekadar berjalan di dalam rumah pun, tak lagi nyaman.

Sependektahuku, suatu saat hobi koleksi tak lagi menjadi ranah privasi. Itu yang kualami setelah menikah dan memiliki anak.

Jika barang yang kumiliki, juga menghadirkan rasa nyaman bagi orang di sekitarku, maka akan aku simpan. Jika tidak, maka akan lebih memilih untuk meninggalkan.

Begitulah! Makanya, sedari awal aku mengakui. Jika aku adalah kolektor barang yang buruk! Jika boleh memilih, maka biarlah aku menjadi kolektor kenangan dan ingatan yang baik saja. Ahaaay...

Curup, 05.05.2021

Zaldy chan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun