Jika tak punya rayuan, atau hanya sekedar ajakan untuk mengingatkan saat membangunkan? Aku ragu, anak-anak akan terjaga.
Ketiga. Butuh Rumus seperti Sopir Angkot.
Ini adalah pengalamanku pada semua anakku. Usai berjuang membangunkan dengan cara setrikaan, serta mengubah diri menjadi perayu ulung.
Maka aku harus mengubah diri menjadi sopir angkot. Menjemput anak dari tempat tidur. Menggendong ke kamar mandi untuk mencuci muka, kemudian mengantarkan ke meja makan untuk santap sahur.
Aku tak butuh alasan kenapa melakukan itu. Targetku, anak bisa santap sahur, kemudian bisa menjalankan ibadah puasa.
Keempat. Jangan Pernah Ciderai Janji.
Kembali, ini adalah pengalamanku. Jika berjanji sesuatu pada anak, jangan pernah diingkari. Bisa gawat!
Misal, orangtua berjanji akan menyediakan menu sahur atau menu berbuka sesuai permintaan anak. Maka, mesti dipenuhi. Atau jangan pernah berjanji.
Karena, anak akan memiliki alasan untuk menolak. Apapun ajakan yang ditawarkan orangtua, ketika perjanjian yang dilakukan, secara sepihak dilupakan.
Sesungguhnya, 4 tindakan di atas hanya berdasarkan pengalamanku. Sebab adalah bohong, jika aku sebagai ayah sekaligus orangtua, tidak merasakan kebanggaan ketika anak berpuasa.Â
Apalagi, jika hal itu mampu mereka lakukan sejak usia kanak-kanak. Aku hanya berharap, suatu saat mereka memiliki ingatan dan kenangan di saat ramadan tentangku. Hiks..
Jadi?
Hal di atas adalah syarat bagi orangtua versiku. Saat waktu sahur bersama anak-anakku.