Bila memberikan apresiasi dimaknai sebagai salah satu rujukan penilaian terhadap karya sastra. Maka nilai yang diberikan, bisa menjadi ukuran seberapa mampu pembaca memahami dan mengerti suatu tulisan. Khususnya karya sastra. Â
Hematku, ada dua unsur manfaat yang bisa langsung diterima dan diketahui oleh pembaca dan pengarang, jika menggunakan beberapa pendekatan di atas.
Bagi Pembaca
Terlepas dari hak preogratif atau sudut subjektivitas dari pembaca, usai menikmati karya sastra. Pendekatan-pendekatan ini, akan memantik nilai-nilai objektif dari sudut pembaca terhadap sebuah karya. Tak hanya itu, tapi  juga memandu pembaca menemukan dan memahami konten serta konteks tulisan.
Dan, pembaca pun tak harus menggunakan satu pendekatan. Bisa saja memadukan berbagai pendekatan tadi, saat memberikan apresiasi. Sependektahuku, jika sudah melakukan pendekatan itu saat memberikan apresiasi, aku percaya, pembaca pun akan bisa memproduksi karya sastra.
Bagi Pengarang
Adalah bohong, jika pengarang tak mau karyanya dibaca dan diapresiasi, tah? Toh, karya sastra bukan seperti sebutir batu yang dilemparkan ke dalam lubuk. Kemudian dibiarkan tenggelam diam-diam. Apresiasi dari pembaca, terkadang menjadi bahan bakar dan sarang amunisi pengarang!
Apresiasi pembaca pun, bisa menjadi alat ukur bagi pengarang. Sejauh dan sedalam apa, serapan ide dan gagasan yang disampaikan, diterima dan dimengerti oleh pembaca. Bisa jadi, apresiasi pembaca adalah titik api untuk mengukur diri. Memadamkan atau tetap menyalakan?
Kukira, pendekatan ini pun, bisa digunakan untuk mengapresiasi karya tulisan di luar sastra, kan?
Tulisan ini sekaligus menjawab pertanyaan beberapa teman pengarang yang baru bergabung di Kompasiana. Sesaat sebelum atau sesudah memberikan vote dari tulisan Kompasianers yang dibacanya.
"Bang! Aku gak salah jika memberi rating inspiratif pada tulisan humor, kan?"