"Kadang, Kita terjebak pada situasi yang sulit dihindari!"
Ketika merasa suka, merasa diterima, merasa menikmati kebersamaan, merasa mampu mengabaikan perbedaan. Salahkah, kemudian secara diam-diam atau sadar berujung ungkapan cinta? Bagaimana jika ditolak?
Saat merasa tak suka, merasa tak lagi diterima, merasa kebersamaan adalah paksaan, dan perbedaan merupakan kesalahan. Salahkah, ada keinginan lebih baik melupakan? Bagaimana jika tak bisa?
Begitulah! Akan selalu ada situasi yang melibatkan kompromi atau tanpa kompromi, karena dorongan kesadaran dan keinginan, bisa saja dalam kendali diri. Tapi bagaimana jika tombol kendali itu berada di luar diri?
Kuberikan tiga contoh pilihan. Ketika seseorang menemukan situasi dilanda kehausan yang dahsyat.
Pertama.
Apapun bentuk dan kemasannya, akan menikmati regukan air. Tak peduli apatah mentah atau butuh bertanya, siapa pemiliknya. Pun tak peduli, apatah menikmati itu dengan pelan-pelan atau serabutan. Dengan alasan, "kondisi darurat! Apapun boleh dilakukan!"
Kedua.
Ada yang berusaha untuk merebus air hingga mendidih dengan alasan kesehatan dan kebersihan, kemudian menunda rasa haus dengan sabar mendinginkannya. Walau memiliki daya tahan, akan berjuang dari hujatan, "Kalau butuh yang dingin, kenapa tadi dipanaskan?"
Ketiga.