Gadis kecil itu bernama Intan.
Menggenggam erat lima buah balon aneka warna yang menjuluk udara. Fatwa ibu merekat lekat di kepala sebagai kalimat pusaka. "Jangan terbang! Harganya lima ribu satu!"
Perempuan itu bersama Intan.
Duduk resah di bawah lindungan kotak hitam yang menyusun irama dari rahim musik. Menelan cengkok dangdut, zigzag melayu koplo, jeritan rock hingga pop melankolik. Terngiang satu pertanyaan ringan, "kita diundang, Bu?"
Gadis kecil itu bernama Intan.
Menghitung ratusan pasang kaki berselimut sepatu dan sandal, silih berganti mengajak tamu undangan ke pesta perkawinan. Pesan ibu terpahat membatu di dalam hati, "jangan bikin malu!"
Perempuan itu bersama Intan.
Menatap tubuh-tubuh ramping menjulang, terbungkus beragam pakaian wangi. Bergantian datang dan pergi. Merajut doa untuk sebaris sapa pemilik rumah, "anaknya sudah makan, Bu?"
Mataku bersama basah.
Menadah ke langit agar tak pecah amarah. "Aku tak lapar lagi, Tuhan. Tapi Intan dan ibunya!"
Kau kenal Intan dan ibunya? Atau sepertiku?
Curup, 02.03.2021
zaldychan
[Penjual Balon]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H