Atau, jejangan kemudian ada ide efektif dan efisien. Bekerja di pinggir sungai. Belajar di pinggir sungai. Berbelanja di pinggir sungai. Berobat, mengurus SIM dan lain-lain cukup di pinggir sungai. Sebab, aneka profesi sudah saling jumpa. Iya, kan? Pasti seru! Tapi, malah balik seperti cerita jaman dulu!
Bagiku, Kompasiana telah menjelma menjadi jembatan. Sebagai pemutus jarak, ruang dan waktu atas nama cinta. Kok bisa? Aku tulis ceritaku, ya?
"Mbak. Makasih, ya? Bang Iwan pasti senang!"
Kemarin, melalui whatsapp, kukirim pesan dan ucapan itu, setelah tahu, jika tulisan Kisah Penakluk Kebocoran dan Pengendali Angin untuk event Usaha Mikro yang digawangi Komunitas Penulis Berbalas dan Mbak Widz masuk tiga besar. [pengumuman bisa baca di sini]
Sesuai ketentuan, hadiah mesti diserahkan kepada pelaku usaha. Aku langsung membayangkan, raut Bang Iwan yang terkejut, ketika kuserahan uang hadiah itu. Sebab aku menulisnya diam-diam tanpa pemberitahuan.
Namun, kesenangan itu sesaat terjeda, pesanku dibalas agak lama. Aku lupa, jika Mbak Widz bermukim di Amerika. Dan, yang membuat isi kepalaku merana, Mbak Widz malah membalasnya dengan menggunakan "huruf-huruf kusut", aku mesti bolak-balik membuka kamus tua.
"Now. Can I change their life? Of Course not! But I can make a difference even only one  person just for one day. That means a world to me."
Pagi tadi. Sesudah mengantar anak ke sekolah. Aku menuju Kedai Makwo Ita. Tempat aku biasa ngopi. Persis di sebelah kedai itu, lapak Tambal Api Bang Iwan berada. Kulihat Bang Iwan sedang menambal ban seorang pelanggan.
Untuk meyakinkan asal-usul hadiah. Terpaksa kubuka rahasia dan membiarkan Bang Iwan membaca artikelku, juga pengumuman event tersebut. Bang Iwan mengucapkan terima kasih, sambil mendoakan semoga sehat dan umur panjang bagi yang punya hajat.