Orangtua tak hanya memikirkan asupan gizi dan makanan, faktor kesehatan dan kebutuhan kebendaan semisal pakaian dan mainan. Tapi juga aspek edukasi hingga psikologi anak. Semua hal terbaik ingin diberikan untuk anak, tah? Kedekatan jarak menjadi faktor utama.
"Ayah salah! Kata Ummi TK..."
"Iya, Bu. Tapi, bilang Tadzah..."
Kalimat itu akan diterima orangtua. Seiring pertambahan usia dan perkembangan emosi anak, Terutama saat usia sekolah. Anak mulai menerima pengaruh "orang luar" selain keluarga terdekat.
Interaksi antara orangtua dan anak mulai berjarak. Orangtua musti bersiap, tak lagi berada di "pusat kekuasaan". Akan hadir "pengaruh" guru, teman-teman atau orang dewasa lainnya di sekitar kehidupan anak.
Terus, bagaimana dengan anak yang masuk kategori ABG?
Maafkanlah, bila aku memilih bunglon. Namun sukar mencari perumpamaan yang persis untuk kemampuan dan kecepatan beradaptasi.
Namun, begitulah menurutku kebutuhan yang dhadapi, jika memiliki anak beranjak remaja atau ABG. Ada beberapa alasan yang bisa kuajukan.
Pertama. Anak mulai ingin dianggap sebagai manusia dewasa.
Orangtua akan mengalami rute semisal, anak minta dipasangkan celana atau baju, mulai belajar pakai sendiri, kemudian malah malu jika dipakaikan atau diatur cara berpakaian. Akhirnya orangtua mesti pasrah menerima, walau mereka pakai terbalik. Hiks...