"Daeng sibuk? Belum menulis puisi, kah?"
Daeng adalah sapaan akrabku untuk Arman Syarif. Kalimat di atas merupakan pertanyaan berkala yang kuajukan, saat berkomunikasi pribadi melalui pesan Whatsapp.
"Kembali daring, Sir! Lagi sedikit ribet!"
"Aku unggah satu hari ini, tapi gak pilihan, Sir! Hiks..."
"Sir, aku udah nulis hari ini!"
Sir, pilihan sapaan Daeng Arman untukku. Dan, sejak hari ini, tak akan ada lagi percakapan itu. Usai kubaca tulisan dari rekan Kompasianer Ahmad Abni (21/01/2021). Daeng menemui Tuhannya, hari Rabu, 20 Januari 2021.
Di antara rasa malu mengaku sebagai teman, namun mengetahui kepergian selamanya seorang sahabat dari sebuah tulisan, bukan lagi sekadar rasa kehilangan. Tapi, sebuah kesalahan. Aku telah berlaku abai dan fokus pada kesibukan sendiri!
Kali ini, aku tulis sependektahuku tentang Daeng Arman Syarif. Anggaplah sebagai catatan akhir untuk keberadaan orang baik yang pernah ada di sekitarku.
Daeng Arman Syarif bergabung di Kompasiana tanggal 09 Desember 2018. Aku dua puluh hari kemudian, pada tanggal 29 Desember 2018. Jika Kompasiana mengenal sistim angkatan, maka aku dan Daeng adalah teman satu angkatan.
Sebagai pendatang baru yang memilih berjibaku di kanal fiksi. Aku mengenal dan melahap karya dari Mas Mim Yudiarto, Mbak Lilik Fatimah Azzahra, Pak Rustian Al Ansori, Pakdhe Ropingi, Mas Suko Waspodo, Mbak Anis Hidayati, Mbak Apriani Dinni, Mbak Ekriyani dan Mbak Ari Budiyanti.