Rasanya baru satu malam berlalu. Saat jemari anakku memungut selonsong petasan, dan kawat-kawat kecil sisa pembakaran kembang api, dengan mulut tersumpal ujung terompet.
Rasanya, baru saja kulakukan. Saat tangan kananku mengayunkan kertas robekan kardus mi instan, dan tangan kiriku menjaga bara api yang membakar jagung dengan sempurna.
Rasanya baru kemarin.
Baru kemarin, kubersihkan kaca jendela kayu, agar debu tak semakin membatasi jarak pandang pada masa lalu. Â
Kemarin, baru kuganti sepasang engsel pintu kayu, biar tak menghalangi masa depan bertandang dan bertamu.
Baru kemarin kudekap hangat masa lalu, dan kuharap masa depan segera bertemu.
Aku bertemu keinginan yang tergulung lusuh, di antara tumpukan rapuh keluh. Terkurung muram melewati detak waktu yang tersandung suram.
Kujumpai barisan ingatan tak lagi membiru,, deretan kenangan pun bukan merah jambu. Keduanya berdiam hening di antara gumpalan mendung kelabu.
Baru kutemukan. Baru saja.
Malam ini, aku melakukan hal yang berbeda. Tak akan pernah sama. Masa depanku kemarin telah berlalu. Bersemadi di bilik masa lalu.
Tak perlu bertanya. Aku baik-baik saja. Akan baik-baik saja.
Maukah, kau percaya?
Curup, 31.12.2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H