Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tujuh Belas Tahun Lalu

22 Desember 2020   18:21 Diperbarui: 22 Desember 2020   21:54 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Terima kasih, Mak!"

Kunikmati sepiring lotek dengan potongan kecil lontong buatan Mak Ijah. Rasa yang khas saat singgah di lidah. Mengajak pulang kenangan masa kecil yang indah.

"Mas udah lama tak..."

"Tujuh belas tahun, Mak!"

Kubantu ingatan Mak Ijah dengan kalimatku. Mata perempuan tua itu segera menatap ke belakang pohon beringin. Di balik barisan seng yang membatasi pandangan itu, pernah ada bangunan tua peninggalan Belanda. Dulu.

"Oh! Berarti..."

"Iya, Mak. Aku ikut ke kuburan saat itu!"

Mak Ijah sesaat menatapku. Kemudian kembali melempar pandang ke arah pohon beringin. Aku tahu, Mak ijah sedang mengingat ulang peristiwa kematiann anaknya yang disambar petir.

Sore yang mendung. Namun, angin berembus kencang. Saat itu, ada perlombaan layangan agustusan. Suami Mak Ijah ikut berlomba, dan sang anak sebagai penggulung benang. Berkali petir memberi kabar, disertai rinai hujan.

Namun, masih banyak peserta termasuk suami dan anak Mak Ijah bertahan. Hingga berakhir dengan berita duka.

"Mau dibangun apa, Mak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun