Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepak Sayap Putih Abu-abu

12 Desember 2020   19:27 Diperbarui: 12 Desember 2020   19:31 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustatrasi gambar anak lelaki (sumber gambar : pixabay.com)

Memasuki tikungan terakhir, gerbang SMA Bakti 1 terlihat megah. Azki menambah kecepatan kayuhan sepedanya. Ransel besar di punggungnya terasa berat. Sekilas melihat jam di pergelangan tangan. "Ups! Jam tujuh lewat lima belas! Alhamdulillah". Gumamnya bersyukur.

Ini hari pertama Azki di SMA.

"Cepat masuk. Sebentar lagi bel!"

Suara satpam bergema. Dua orang berseragam putih biru berdiri tegas di depan pos jaga dengan tulisan TAMU HARAP LAPOR.

"Hei, turun! Nanti menabrak yang lain. Letakkan di tempat parkir!"

Azki menoleh ke sekitarnya. Kemudian sadar kalimat itu ditujukan untuknya. Azki mengerem, turun dan menuntun sepedanya sambil berusaha tersenyum. Tak ada balasan.

"Huh ! Sok serem!" Setengah dongkol, Azki mempercepat jalannya menuju tempat parkir.

"Astaga! Penuh!" Azki bingung.

Tempat parkir yang nyaris sebesar halaman sekolahnya dulu, disesaki motor dan mobil. Azki mengedarkan pandangan, mencari celah kosong di antara motor-motor yang diparkir rapi. Tapi tak menemukannya.

Tet...tet...tet...

"Astaghfirullah! Sudah bel!" Azki buru-buru menuntun sepedanya. Kemudian tersenyum lega saat menemukan tempat yang sedari tadi dicari. "Di sini lebih aman!"

Azki segera mengunci sepedanya, dan berlari menuju halaman sekolah. Tempat upacara. Ia bergabung pada barisan yang diyakini adalah anak-anak kelas satu.

Beberapa orang anak memberikan senyuman, namun ada juga yang memandang dengan makna, "baru masuk, udah telat!".

Azki berdiri di barisan paling belakang. Tas ranselnya diletakkan begitu saja di lantai. Di sampingnya berdiri tegap seorang anak laki-laki berpostur tinggi besar, agak gendut serta berkacamata.

Anak lelaki itu menoleh, sesaat melemparkan senyum, lalu kembali mengarahkan pandangan ke depan. Azki mengambil sikap tegap dan mengikuti pandangan anak itu.

Upacara dimulai. Di depan berbaris rapi Dewan guru berseragam baju batik putih hitam dengan tulisan kaganga1 dipadu serasi dengan celana dan rok berwarna hitam. Kecuali Pembina upacara yang berbaju safari berwarna krem. Tampak gagah dan berwibawa.

"Mungkinkah?" Azki hanya berani menduga.

Petugas upacara berseragam putih-putih. Azki terpesona saat menoleh ke sebelah kanan. Anak kelas dua dan kels tiga, semua berseragam putih abu-abu lengkap dengan topi dan dasi berwarna senada. Berjejer rapi sesuai dengan urutan kelas.

Kemudian tersenyum geli saat memandang kebarisannya sendiri. Azki memperkirakan sekitar dua ratus orang. Berpakaian dengan warna beragam. Sebagian besar tidak mengenakan topi dan dasi. Termasuk dirinya.

"Aha! Persis seperti di sekolahku dulu". Azki tertawa dengan pikirannya sendiri.

"Ehm!"

Tiba-tiba ada suara persis di belakangnya Azki menoleh ke belakang dan terkejut. Di belakangnya telah berdiri seorang laki-laki berseragam batik dengan wajah kaku dan mata mendelik, mengayunkan dagunya ke depan. Secepat kilat Azki membalikkan  lagi kepalanya.

Semua peserta upacara mengangkat tangannya memberi hormat. Ternyata bendera sedang dikibarkan. Azki pun mengangkat tangannya.

Sesaat kemudian terdengar lagu Indonesia Raya. Dinyanyikan sekelompok anak berseragam putih abu-abu di sisi paling kiri barisan. Diiringi seperangkat alat musik.

Tak ada bisik-bisik apalagi berisik. Semua khidmat. Azki sibuk memperhatikan paduan suara. Kemudian membandingkan dengan sekolahnya yang dulu.

TEGAK, GRAK!

Sekali lagi Azki terkejut. Suara komandan upacara mengiringi nada terakhir dari lagu kebangsaan tadi. Semua tangan turun. Semua anggota barisan, kembali membentuk sikap sempurna.

Setelah itu berturut-turut mengheningkan cipta, pembacaan Pancasila dan UUD 1945. Tiba saatnya amanat dari Pembina Upacara. Terdengar bisik-bisik dari barisan kelas dua dan kelas tiga. Laki-laki berbaju safari tadi memegang mikropon.

"Semoga kalian menikmati liburan kenaikan kelas kemarin. Seperti tahun-tahun lalu, banyak pelajaran dan kegiatan yang harus kalian ikuti. Mari kita tingkatkan prestasi dan menjaga nama baik sekolah kita sebagai sekolah favorit dan nomor satu!"

Terdengar tepuk tangan yang meriah dari seluruh peserta upacara.

"Juga kepada anak-anak kelas  satu. Sebagai kepala sekolah, saya ucapkan selamat! Kalian sudah diterima di sini. Kalian boleh merasa bangga. Dari tujuhratus limapuluh tiga orang pendaftar, hanya dua ratus orang yang diterima."

Kali ini tepuk tangan lebih meriah terdengar di barisan anak --anak kelas satu. Azki begitu bersemangat sambil menoleh kanan-kiri seraya menebar senyuman.

Saat semua orang berhenti, ia masih bertepuk tangan. Sehingga mengundang perhatian dari seluruh peserta upacara. Azki tersadar. Wajahnya merah menahan malu. Si Gendut di sebelahnya tersenyum lebar.

DEG!

Sekarang, laki-laki berseragam batik yang tadi di belakang, berdiri persis di samping kirinya. Azki berkonsentrasi dan berusaha serius mendengar amanat dari kepala sekolah.

"Melihat prestasi tahun lalu, sebagai kepala sekolah saya juga guru-guru kalian, merasa bangga. Berikan terus kebanggan kepada kami, sekolah, orangtua dan juga diri kalian sendiri."

Suara kepala sekolah semakin keras dan bersemangat. Tapi, tak ada lagi tepuk tangan.

Matahari sudah memberikan kehangatan di kepala dan punggung. Inilah kesimpulan dari bisik-bisik dari barisan kelas dua dan kelas tiga menjelang amanat pembina upacara tadi.  "Panjang sekali amanatnya!"

Azki menatap bayangan tubuhnya. Menahan tawa dan merasa lega. Bayangan itu tak mungkin sepanjang amanat Pembina upacara.

Curup, 12.12.2020

Zaldychan

[Bersambung]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun