Azki segera mengunci sepedanya, dan berlari menuju halaman sekolah. Tempat upacara. Ia bergabung pada barisan yang diyakini adalah anak-anak kelas satu.
Beberapa orang anak memberikan senyuman, namun ada juga yang memandang dengan makna, "baru masuk, udah telat!".
Azki berdiri di barisan paling belakang. Tas ranselnya diletakkan begitu saja di lantai. Di sampingnya berdiri tegap seorang anak laki-laki berpostur tinggi besar, agak gendut serta berkacamata.
Anak lelaki itu menoleh, sesaat melemparkan senyum, lalu kembali mengarahkan pandangan ke depan. Azki mengambil sikap tegap dan mengikuti pandangan anak itu.
Upacara dimulai. Di depan berbaris rapi Dewan guru berseragam baju batik putih hitam dengan tulisan kaganga1 dipadu serasi dengan celana dan rok berwarna hitam. Kecuali Pembina upacara yang berbaju safari berwarna krem. Tampak gagah dan berwibawa.
"Mungkinkah?" Azki hanya berani menduga.
Petugas upacara berseragam putih-putih. Azki terpesona saat menoleh ke sebelah kanan. Anak kelas dua dan kels tiga, semua berseragam putih abu-abu lengkap dengan topi dan dasi berwarna senada. Berjejer rapi sesuai dengan urutan kelas.
Kemudian tersenyum geli saat memandang kebarisannya sendiri. Azki memperkirakan sekitar dua ratus orang. Berpakaian dengan warna beragam. Sebagian besar tidak mengenakan topi dan dasi. Termasuk dirinya.
"Aha! Persis seperti di sekolahku dulu". Azki tertawa dengan pikirannya sendiri.
"Ehm!"
Tiba-tiba ada suara persis di belakangnya Azki menoleh ke belakang dan terkejut. Di belakangnya telah berdiri seorang laki-laki berseragam batik dengan wajah kaku dan mata mendelik, mengayunkan dagunya ke depan. Secepat kilat Azki membalikkan  lagi kepalanya.