Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tangisan Sunyi Sungai Musi

26 November 2020   16:37 Diperbarui: 26 November 2020   18:21 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar batu kerikil di sungai (sumber gambar: pixabay.com)

Suatu saat, bahuku yang akan mengangkat batu-batu itu, menyusunnya satu persatu, dan perlahan membangunnya menjadi taman. Untukmu.

***

Dua kali, acara perpisahan di SMP dan SMA. Hanya wali kelas dan kepala sekolah yang mendampingiku, menerima piagam dan ijazah. Kali ini, undangan wisuda itu, terbiar tergeletak sepi atas meja. Di ruang tamu yang sunyi.

"Biarkan aku tetap sebagai pemecah batu, Nak!"

Aku tak akan mengubah kalimat sekaligus tameng pelindungmu. Bagimu, itu adalah pilihan suci. Caramu menunaikan janji. Tak akan pernah meninggalkan lelakimu. Walau telah berdiam tenang di peristirahatan. 

"Ayahmu pasti bahagia. Kau sudah..."

Suaramu tertelan bunyi butiran hujan yang menghunjam atap. Senja sudah sejak tadi melarikan diri meninggalkan kelam malam. Arus sungai Musi terdengar. Semakin dekat dan semakin keras. Dari luar rumah, sayup terdengar teriakan orang-orang yang panik dan histeris.

Kemudian menghilang.

***

Kau menggenggam erat tanganku. Wajahmu merona malu. Dari kejauhan, kulihat ayah melangkah dan tersenyum menatapku.

Curup, 26.11.2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun