Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Perapian Asa

7 Oktober 2020   15:22 Diperbarui: 7 Oktober 2020   15:23 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau mungkin tak siap mendengar kalimatku. Namun, setidaknya kau tahu. Akupun pernah sepertimu.

Cinta seperti air. Ia dibutuhkan semua orang, tapi banyak juga yang tak menghargainya karena bisa didapat secara cuma-cuma.

Bagiku, cinta bukan hanya penyatuan rasa yang berbingkai asa. Namun adalah jawaban, dari himpunan pertanyaan yang tak mampu diukir dengan kata-kata. Sehingga sulit bagiku berujar cinta, sebab itu tak hanya tentang bulir-bulir rasa. Tapi butiran asa.

Hampa adalah muara dari cinta yang tersia. Apa pun latar kisah yang menjadi penyebabnya. Air mata tak akan mampu menghapus hal itu. Tak perlu memaksa, jika kau tak ingin kecewa dengan ingatanmu.

Kau mengerti?

***

Lupakanlah tentang pengorbanan, jika hanya tangis duka yang kau dapatkan. Berhentilah berpikir berjuang atas nama cinta. Sebab cinta tak pernah nyaman di semua medan pertempuran.

Kau tak tahu? Kematian yang tercipta dalam hikayat dan roman pujangga cinta bukan memperjuangkan cinta. Tapi asa. Jika seluruh energi kau kerahkan untuk meraih asa dengan sepenuh rasa. Saat itu kau akan temukan cinta.

Mungkin saat ini, ada yang sedang berjuang demi bisa bersama kamu. Tapi kamu tetap mempertahankan seseorang yang memberikan luka paling jera hanya karena cinta.

Tak perlu berpikir terlalu jauh jika seseorang itu adalah aku. Kau akan kembali melukai dirimu. Juga aku. Hapus air matamu! Terkadang, pelangi hadir sesudah hujan.

***

Asa adalah serpihan harapan yang mampu membuat seorang bertahan. Seperti kehadiran warna-warni pelangi yang menghangatkan hati, usai rintik hujan berjatuhan menghunjam titik perlindungan sepi.

Menjaga perapian asa, adalah caraku. Bukan tentang siapa atau untuk apa? Aku hanya percaya, di setiap pencarian akan ada saatnya menapaki garis pemberhentian.

Namun semua itu pasti butuh waktu. Tak seorang pun tahu. Penantian tunggu pasti berakhir. Apatah di halaman persinggahan atau berujung pada keabadian.

Aku hanya tidak ingin terluka lagi dan ini membuatku menutup rapat hatiku. Tapi apakah salah aku mulai membukanya kembali?

Tak perlu buru-buru menjawab! Kau dan aku mereguk kelelahan yang sama. Menaklukkan kenangan dalam genangan rasa, ketika kepercayaan tersakiti. Membiarkan debu-debu masa lalu membalut luka yang betah terpasung kecewa.

***

Aku mengerti. Tak ada yang lebih perih selain dikhianati. Namun, adakah yang mampu seteguh matahari, setia menemani laju hari? Tak pernah berpaling tanpa berucap janji, agar tak ada yang tersakiti?

Akan ada saatnya di mana percayamu dikecewakan. Lalu hatimu dengan sengaja dipatahkan. Dan saat itu kamu akan tahu apa maksud dari keikhlasan.

Begitulah cara hati mengajari. Bukan hanya tentang cara menikmati keindahan bias senja yang tersaji di ujung pertikaian hari. Atau tentang bening embun pagi yang menyapa dedaunan dan kelopak melati.

Namun, mengajarkan kerelaan dalam ketiadaan. Melatih diri menerima kehilangan dalam sebuah kepergian. Dan, air mata adalah  hal termudah membasuh kesepian.

***

Tak perlu menyalahkan air mata, salahkan ingatanmu yang tak pernah mau melupakan masa lalu.

Air mata bukan wujud kekalahan. Ia diciptakan untuk menerjemahkan rasa yang tak mampu diwakilkan oleh kamus kata-kata. Terkadang, air mata adalah tembok perlindungan paling kokoh dari ledakan kenangan yang tak mampu dijinakkan.

Namun, adakalanya. Air mata menjadi titik jeda peristirahatan rasa. Hingga kau mampu kembali memandu pulang serpihan asa yang terserak, dan menambatkannya di pelabuhan akhir cinta.

Menangislah, bila harus! Akupun akan menjauh darimu.

Nanti, kau akan mengerti. Akulah pelabuhan yang kaucari. Tanpa janji.

Curup, 07.10.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana dan Kompasianers]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun