Seharian aku belum menulis! Gegara kesulitan menemukan kalimat pembuka. Padahal ingin menulis!
Biasanya, solusi cepatku adalah mengembara ke berbagai portal berita online serta media sosial. Tapi, sinyalku sebagai orang gunung, hanya bisa menjangkau WA dan Pesbuk. Terus, percakapan di WA Grup juga rada sepi. Mungkin karena hari libur, ya?
Ada isu terkini tentang Kebakaran Gedung Kejagung. Namun aku khawatir "terjebak" pada bahasan sebab kebakaran dan akibat yang ditimbulkan. Selain kerugian materil, kan? Bakal sulit juga menghindarkan diri dari kemungkinan membahas sesuatu yang bermuatan ghibah.
Selain itu, bukannya kalau liburan, lebih enakan bakar jagung?
Akupun ingin menulis tentang film "Tilik". Namun sudah banyak yang menulis. Toh, film itu juga membahas tentang ghibah walaupun berjudul "Tilik". Akhirnya aku memutuskan membaca saja respon penonton tentang film tersebut.
Film pendek itu, menyajikan monolog juga dialog para Ibu. Â Ada yang bilang, kok para suami tegaan, istrinya dibiarkan naik Gotrek (go-truk)? Harus berhati-hati menghadapi "The Power of Emak"! Bermula dari empati komunal mengunjungi Bu Lurah yang sakit, mendorong truk mogok hingga "menaklukkan" Pak Polantas!
Ada yang menulis, tradisi gosip itu alami seperti juga peran natural para bintangnya. Bahwa celetukan nakal kalimat "tahiyat" itu melecehkan kaum lelaki. Dahsyatnya, sampai dianggap menghina agama! Hingga menelisik rumpian sadis pada tokoh Dian, yang ironinya ternyata "pacar" dari mantan suami orang yang akan ditilik (dijenguk?).
Terakhir, kegagalan menjenguk Bu Lurah, tak membuat rombongan patah semangat. Solusi cepat segera ditemukan. Kegiatan khas para ibu Ibu. Belanja ke pasar! Â
Kalau di film itu, bilang Bu Tejo, "Mbok ya, jadi pribadi solutif!". Sekaligus menyaksikan Mas Gotrek tak berdaya dihajar The Power of Emak!
Menurutku, ada yang kurang di film itu. Tak disinggung kerumitan dan keterampilan "ajaib" para Ibu. Kemampuan mengolah "keterbatasan" bahan pangan di dapur menjadi sajian makanan buat keluarga.
Obrolan Ibu-ibu tanpa bahas makanan? Seperti minum kopi tanpa gula! Padahal Meracik bahan dan menu, salah satu rahasia The Power of Emak, kan?
Lihat saja unggahan beragam warna dan varian topik yang beraneka jenis makanan yang disajikan di sosial media semisal akun Pesbuk para ibu. Aku malah seperti duduk pada hamparan hidangan menggoda di meja Warung Makan Nasi Padang!
Pernah mengalami situasi itu? Datang dan duduk di meja Warung Makan Nasi Padang. Disajikan puluhan pilihan hidangan. Tapi tak mau "terjebak" dengan merek "Sederhana"?
Sambil memegang sepiring nasi putih, perlahan mengatur nafas dan berfikir. Menanyakan ulang keinginan pada selera yang sebenarnya. Resikonya? Ada sesalan jika rasa tak sesuai selera. Dan bertambah kecewa, ketika harus membayar harga yang tak sepantasnya.
Tak berhenti sampai di situ. Juga hati-hati menaklukkan selera mata dan membujuk otak agar bisa menata jemari tangan kanan biar tak sentuh serampangan. Dan berujung terkurasnya isi kantong belakang celana panjang. Hihi...
Menurut kiramologiku, cukup beralasan dan logis, jika se-antero nusantara, terdapat banyak Warung Makan Nasi Padang menggunakan merek "Sederhana".
Setidaknya, ada 4 menu dasar  yang biasanya tersedia. Pertama.Telur, Kedua. Ikan. Ketiga, Daging (Ayam, Sapi, Kambing dan lain-lain) serta Keempat Sayuran.Â
Nah, 4 menu dasar ini, kemudian dikemas dengan 4 rumus olahan sederhana: Pertama. Rebus. Kedua. Goreng, Ketiga. Gulai (disantan) dan terakhir, Bakar. Sebagai jurus pamungkas, 4 menu dasar dan 4 rumus olahan itu diracik dengan kata ajaib "SAMBAL"!
Hal di atas, terbiasa dihadapi dalam keseharian para Emak di dapur. Ditambah tempe, tahu serta kerupuk. Iya, kan? Maka Para Emak, memiliki kekuatan seperti pemilik Warung Makan Nasi Padang.
Mari ambil satu contoh yang murah meriah. Menu dasar sederhana berbahan sebutir telur! Sila jalan-jalan ke Warung Makan Nasi Padang terdekat. Maka varian menu telur tak akan jauh-jauh dari rumus itu. Setidaknya menggunakan 3 variasi dari 4 rumus itu.
Ada telur yang direbus, digoreng sesaat dan dibaluri sambal. Kemudian disebut "Talua Balado". Ada juga yang digoreng. Semisal telur mata sapi plus kecap dan bawang goreng. Dan telur dadar biasa atau variannya dicampur parutan kelapa, irisan cabai. Makyus!
Tak hanya itu. Ada juga telur yang digulai. Bisa berbentuk utuh, atau diaduk seperti saat masak mie instan, serta yang bikin lebih nikmat, jika dimasukkan ke dalam usus sapi. Kuah gulainya pun bisa pilih! Ada gulai kuning kunyit plus sedikit rawit atau yang rasa pedas! Tinggal tunjuk!
Sila lihat juga menu Ikan. Ada yang dibakar, digoreng dan digulai. Daging atau jeroan? Juga sama, tah?
Bagaimana bisa mendapatkan rumus, dengan bahan terbatas, bisa meracik menu hidangan tak terbatas.
Siapa tahu, bisa aku praktekkan, dalam merumuskan sebuah tulisan. Agar aku tak bingung lagi, seharian tak bisa menulis. Hiks...
Ada yang mau ikut?
Curup, 23.08. 2020
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H