Hingga akhir menutup mata.
Ruangan sunyi usai lirik berakhir. Sepasang mata menatap ratusan pasang mata yang berair. Tiba-tiba terdengar aba-aba: Bubarkan!
Sepasang mata menjadi saksi. Bersatu kukuh, bercerai runtuh.
Tanah-tanah kosong disesaki jalan dan bangunan. Air tanah menjadi comberan, air hujan menepi ke selokan.
Kapal-kapal barang memenuhi perairan dan lautan. Ikan-ikan melarikan diri ketakutan, nelayan terlatih menepi diri di pelabuhan.
Hutan-hutan kumuh dibersihkan. Kayu-kayu tua menepi dalam bentuk ukiran. Di ajang pameran, di ruang tamu dan ruang makan, atau di ruang-ruang hotel dan restoran.
Seribu satu gambar tumbuhan dan hewan disatukan di perpustakaan. Dimasukkan dalam daftar tebal kekayaan. Kepunahan menepi dalam kenangan anak keturunan.
Hari ketiga setelah minggu kedua.
Anak negeri lakukan Ibadah di bulan merdeka. Lembar-lembar perkamen lusuh terus dibuka. Beberapa artefak usang terpasang dan dipajang. bukti atas bukti adalah peduli pada janji.
Pelaku dan saksi sejarah diwawancara ratusan media. Meminta ulang cerita dan derita semasa muda. Mata dan air mata memenuhi laman berita. Menyigi makna merdeka dalam nostalgia.
Sepasang mata menunjuk ke arah bendera, di pagi hari upacara. Berteriak dengan suara tertahan.
Turunkan! Beningkan matamu. Lihatlah di sekitarmu.
Di sudut istana berdinding putih. Sayup suara anak-anak kecil berseragam putih-putih terdengar. Mata-mata teduh menatap teguh bendera merah putih yang berkibar.
Hingga akhir menutup mata.
Sepasang mata berduka dan meminta : Lupakanlah lagu itu!
Curup, 15.08.2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H