Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Novel Siti Nurbaya, Perjalanan Panjang Romantis Tragis Sebuah Utang

10 Agustus 2020   18:12 Diperbarui: 10 Agustus 2020   18:35 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi utang (sumber gambar: money.kompas.com)

"#utangrasa. Selamat jalan, teman!"

Jika mengikuti akun twitter Sujiwo Tedjo, kalimat seperti di atas kerap kali dibaca. Setiap mengetahui kenalan, teman dekat atau kerabat mendahului pergi, Presiden Jancukers itu selalu menggunakan hastag #utangrasa.

Aku tidak dalam kapasitas menjelaskan, alasan penulis buku Dalang Ngetwit itu melakukan hal demikian setiap kali mendengar kabar kematian. Hanya menyajikan, bagaimana sosok multi talenta itu memaknai kata "utang".

Ilustrasi utang (sumber gambar: money.kompas.com)
Ilustrasi utang (sumber gambar: money.kompas.com)
Utang adalah Warisan Budaya?

Jamak kubaca, judi dan prostitusi adalah perilaku budaya yang masih eksis sejak jaman behaula. Bahkan ada yang bilang, dua perbuatan itu adalah warisan budaya yang telah begitu erat mengakar pada kehidupan manusia. Dan, hanya akan punah ketika tak lagi ada manusia di dunia.

Namun sedikit yang menyinggung, jika utang pun masuk pada deretan itu. Tapi, namanya tenggelam dalam istilah bintang lima. Semisal saham atau obligasi.

Bahkan, pada banyak kasus kehidupan manusia, terkadang ketiga hal itu : Judi, Prostitusi dan Utang, memiliki hubungan saling untung (simbiosis mutualisme).

Aku pribadi acapkali terkejut, jika membaca berita. Ada suami yang menjual istri untuk membayar utang judi. Orang-orang yang tega membunuh atau terbunuh, namun banyak juga kasus bunuh diri akibat atau bersebab utang.

Sila berselancar di mesin pencari, dan tulis saja kalimat "peristiwa tragis akibat utang". Tak sampai setengah detik, ratusan ribu kisah disajikan untuk dibaca. Kisah-kisah itu, benar-benar terjadi dan berulang kali di dunia nyata.

film Siti Nurbaya {sumber gambar: archive.tabloidbintang.com)
film Siti Nurbaya {sumber gambar: archive.tabloidbintang.com)
Romantis Tragis penjalanan Utang dalam Novel Siti Nurbaya

Marah Rusli dalam novel Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai), pun menyajikan konflik yang rumit sekaligus tragis yang berakhir kematian bagi tokoh-tokoh utamanya. Berawal dari perkara utang. Dibumbui kisah cinta dan bingkai adat Minang di masa penjajahan Belanda.

Aku tulis sekedar mengingatkan kisah klasik itu, ya?

Awalnya, Sulaiman (ayah Siti Nurbaya), seorang pedagang di kota Padang yang terlilit utang pada Datuk Maringgih. Konflik pertama dimulai, ketika utang tersebut tak mampu dibayar.

Solusi yang disepakati walau terpaksa, Datuk Maringgih menikahi Siti Nurbaya untuk pelunasan hutang. Pada posisi ini, Siti Nurbaya menjadi anak yang berbakti pada orangtua dengan mengorbankan diri, walau sudah memiliki kekasih.

Konflik menjadi berkembang, pengorbanan itu masih berkoma, ketika Siti Nurbaya kembali mengingat kekasihnya Syamsul Bahri yang kuliah di Stovia Jakarta, bahkan berkirim surat menceritakan nasibnya.

Pertemuan secara sembunyi sepasang kekasih saat Syamsul Bahri pulang liburan ke Padang. Adalah aib dalam adat Minang, perempuan yang telah bersuami bertemu lelaki yang bukan muhrim tanpa pendamping. Apatah lagi kejadian itu kemudian diketahui Datuk Maringgih.

Datuk Maringgih meradang. Siti Nurbaya dimarahi. Sulaiman, sang Ayah yang sedang sakit keras, mendengar hal itu terkejut kemudian menemukan kematian. Syamsul Bahri anak seorang Penghulu ternama (Sutan Mahmud), akhirnya diusir sang ayah kembali ke Jakarta.

Secara "jahat", Marah Rusli sebagai tuhan dari cerita itu, "mematikan" tokoh sentral kisah Siti Nurbaya, akibat racun dari orang suruhan suaminya. Kematian kedua dari kisah roman ini. Hampir terjadi kematian ketiga, saat Syamsul Bahri mencoba bunuh diri, usai mendengar nasib kekasihnya.

Tapi secara brilian, kematian ketiga itu ditunda penulis novel. Sekian tahun berjalan, Syamsul Bahri yang telah menjalani karir militer. Secara kebetulan diutus ke Padang untuk menyelesaikan "huru-hara" yang kerap terjadi. Dikisahkan, hal itu diotaki oleh Datuk Maringgih.

Dua kematian secara dramatis disajikan Marah Rusli di akhir kisah. Datuk Maringgih (Pribumi, Pahlawan?) menemukan ajal usai dihajar peluru Syamsul Bahri (Belanda, Pengkhianat?). Dan tebasan parang Datuk Maringgih pun akhirnya menewaskan Syamsul Bahri.

Sebuah kisah berujung empat kematian pada novel ini. Kematian Sulaiman, Siti Nurbaya, Datuk Maringgih serta Syamsul Bahri, mewarnai perjalanan panjang kisah ini yang bermula dari Utang. Tragis? Hanya kisah fiksi, tah?

Ilustrasi Kebutuhan akan Rumah (sumber gambar: ekonomi.kompas.com)
Ilustrasi Kebutuhan akan Rumah (sumber gambar: ekonomi.kompas.com)
Lingkaran Kausalitas Utang

Secara kiramologi, kucoba menuliskan semacam lingkaran yang bisa jadi merupakan hubungan sebab-akibat (kausalitas), sehingga utang bisa disetarakan dengan judi dan prostitusi. Aku tulis saja, ya?

Keinginan atau kebutuhan.

Ini dua hal berbeda. Namun acapkali kita gagap mendefinisikannya dalam pergulatan hidup di keseharian. Juga ada kesulitan menentukan hal itu keinginan atau kebutuhan? Juga susah menentukan prioritas pada kedua hal tersebut. Muaranya? Utang menjadi solusi instan.

Coba bayangkan, andai Sulaiman selaku Ayah Siti Nurbaya, tak memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha? Bisa saja, tak akan berhubungan dengan urusan Utang, kan?

Para Pihak.  

Aku tak menulis kedua belah pihak. Karena terkadang, dalam rimba perutangan, acapkali ditemui lebih dari dua pihak yang terlibat. Baik perorangan atau berbentuk lembaga. Jadi para pihak menjadi pilihanku.

Dalam Novel ini, Datuk Maringgih digambarkan sebagai sosok yang kaya raya dan mampu berpiutang. Dan Sulaiman pihak yang berhutang. Utang pun tak akan pernah ada, tanpa salah satu dari para pihak itu, kan?

Ada Uang, Barang atau Jasa.

Ketiga hal ini, bisa menjadi sebab adanya utang. Uang ada di urutan teratas, kemudian barang, yang terakhir jasa. Di dalam Novel, tak begitu jelas, apatah uang atau barang yang menjadi perantara utang.

Bagaimana Jika tak ada ketiga hal ini, akankah ada utang? Duh, jika semua orang tiba-tiba miskin berjamaah, di masa kini ada Lembaga keuangan yang siap melakukan itu.

Jika menilik 4 lembaga keuangan yang ada. Maka dunia perbankan pada peran jasa keuangan, Pegadaian berperan pada penyediaan jasa keuangan dan barang. Koperasi pada barang dan uang, serta asuransi pada uang dan jasa.

Ilustrasi Utang (sumber Gambar: ekonomi.kompas.com)
Ilustrasi Utang (sumber Gambar: ekonomi.kompas.com)
Akhirnya...

Banyak orang yang memiliki kehidupan mewah dan memiliki apa saja walau dengan cara utang. Ada yang berurai airmata hingga bersimbah darah serta menemui kematian karena utang.

Ada yang bertahan hidup dengan menciptakan atau menagih utang. Bahkan ada yang nekad akhiri hidup karena utang.

Saat ini, utang bukan lagi sebatas memenuhi kebutuhan atau keinginan. Namun, utang sudah menjadi gaya hidup. Tak jarang, gaya yang dipilih menjadi titik akhir dari hidup. 

Kukira, banyak hal bisa diceritakan tentang utang. Dari pagi hingga pagi lagi atau selama matahari beredar, ada saja kisah yang tak bisa lepas dari kata utang. Kisah-kisah yang menggugah rasa yang kerap terjadi karena kata utang.

Kisah-kisah itu, tak jarang memicu utang rasa. Hiks..

Curup, 10.08.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun