Sesekali terdengar cerita, jika penjaga pintu di depan rumah lebih ditakuti dan disegani. Bukan karena keterampilan bela diri yang dimiliki atau sosok sangar dan tubuh besar.
Penjaga pintu itu memiliki posisi yang sangat penting. Mampu mengatur siapa yang berhak dan kapan serta berapa lama waktu untuk bisa berjumpa dengannya. Ia terpaksa membiarkan cerita itu, karena banyak hal besar yang harus dipikirkan.
Ia tak lagi memiliki banyak waktu untuk memutuskan. Siapa sosok yang tepat untuk mengambil alih kekuasaan yang puluhan tahun dipertahankan.
Sesungguhnya, tak hanya untuk sekedar mengambil alih kekuasaan. Tapi juga untuk menjaga harta benda yang dimiliki serta menjamin keselamatannya, dari lawan yang tampak dan tak tampak ketika ia berkuasa.
Lelaki itu, tiba-tiba merindukan anaknya. Menjadi ingat masih ada anaknya, sebagai generasi ketiga. Namun, ia tahu, anak itu tak pernah sepertinya. Tak pernah berfikir seperti pikirannya. Dia pun tak tahu, bagaimana kemampuan sebenarnya dari anaknya.
Ia menyesali, tak memiliki banyak waktu untuk bercengkrama dengan sang anak. Kecuali menikmati satu dua hari liburan keluarga. Sehingga tak mengenali anaknya.
Sesekali istrinya bercerita. Jika anaknya menyelesaikan pendidikan dengan baik. Memiliki tingkah laku yang baik. Dan sekarang ingin menikah dengan anak gadis yang baik dari keluarga baik-baik.
Ia pun sungkan bertanya setelah menerima jawaban ketus dari istrinya, karena berkali bertanya tentang nama calon menantu. Yang seingatnya, selalu berganti.
Malam ini, ia menikmati sepi. Merenungi kembali tentang kekuasaan dan kebenaran. Mungkinkah bercampur dengan pembenaran-pembenaran, yang tanpa sadar telah ia lakukan sejak dulu.
Saat ini, mungkin waktu yang tepat untuk sebuah diskusi kecil, dari hati ke hati dengan istri atau dengan anaknya sendiri. Sebagai ruang introspeksi dan refleksi diri.