Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bicara tentang Anak adalah Menyigi "Utang" Orangtua

23 Juli 2020   21:09 Diperbarui: 23 Juli 2020   23:43 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi yang memiliki jabatan orangtua. Maka, memikirkan dan membahas segala hal tentang anak, tak akan ada habisnya. Pertanyaannya, "Apa topik menarik ketika berbincang tentang anak di Hari Anak Nasional?"

Pagi tadi, kulemparkan pertanyaan di WAG Parenting. Karena ponsel hanya satu, dan digunakan anak-anak buat belajar di rumah sedangkan aku mesti pergi bekerja.  Maka kubuka lagi WA grup sesaat sebelum maghrib.

Aku lupa dan pasti keliru telah memberikan pertanyaan terbuka. Karena anggota grup memiliki latar belakang yang berbeda, maka hadirlah percakapan yang menjurus perdebatan di grup.

Doodle Google memperingati Hari Anak Nasional 2020 (sumber gambar : https://tekno.kompas.com/)
Doodle Google memperingati Hari Anak Nasional 2020 (sumber gambar : https://tekno.kompas.com/)
4 Topik Menarik tentang Anak versi Grup Parenting

Walau agak sedikit lebay, setelah menyimak percakapan itu, aku seperti terdampar dalam diskusi-diskusi alot dan sengit pada saat seleksi calon anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) versi WAG Parenting. Aku tulis saja, ya?

Pertama. Tentang perlindungan terhadap hak-hak anak. Sekaligus mengunggah seperangkat dasar hukumnya. Beberapa contoh kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Termasuk tindak kekerasan terhadap anak, semisal kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga.

Kedua. Menyigi tentang minimnya akses kesehatan khusus Anak. Sulit dan langkanya menemukan dokter anak. Jadi, ketika di puskesmas atau rumah sakit, anak-anak ditangani dokter umum. Walaupun ada Poli anak.

Di banyak kampung, anak lebih sering menjumpai Bidan dan Mantri Desa. Padahal pendekatan psikologi dokter anak tentu berbeda, kan?

Ketiga. Membahas sektor pendidikan. Walau sedikit, karena cenderung mengalami hal yang sama. Namun, ada beberapa catatan tentang kurikulum, kritik metode mengajar, serta kurangnya pendalaman materi psikologi dan penguasaan kelas bagi pendidikan guru.

Termasuk sorotan tentang dunia pendidikan yang masih menjadikan anak sebagai objek. Seharusnya, dalam pendidikan itu sebagai objek (sasaran) adalah kurikulum. Guru dan siswa sebagai subjeknya. Aku pernah menulis tentang ini.

Keempat. Ada yang mengeluh tentang langkanya lagu-lagu dan film anak-anak. Atau, jika pun ada, kalah jauh menyelinap ke ruang dengar anak-anak. Serta pengandaian adanya ruang publik khusus anak di setiap daerah.

Ilustrasi Anak sekolah (sumber gambar : https://nasional.kompas.com)
Ilustrasi Anak sekolah (sumber gambar : https://nasional.kompas.com)
Bicara tentang Anak adalah Menyigi "Utang" Orangtua

Begitulah. Kalau berbicara tentang anak, maka orangtua akan membahas tentang "utang" pada anak. Berbincang tentang hal-hal yang harusnya didapatkan seorang anak. Baik dalam dimensi ideal atau aktual.

Utang tersebut bisa berawal dari orangtua sendiri. Bahwa, anak harus menikmati makanan yang baik dan bergizi. Jangan seperti masa kecil orangtua yang hanya makan nasi dan rebusan daun singkong.

Berutang, bahwa anak harus mendapatkan pendidikan yang lebih baik dengan fasilitas yang juga baik. Agar tak mengalami kesulitan dengan segala keterbatasan masa sekolah dulu. Jangankan uang jajan, uang sekolah saja menunggak sekian bulan.

Merasa berutang, bahwa anak harus belajar agama sejak dini. Bisa mengaji dan hapal beberapa surat dan do'a sehari-hari. Cukuplah, orangtua yang bandel dan hingga sekarang kesulitan untuk belajar agama lagi.

Karena terakumulasi semakin banyak, kemudian utang itu "dititipkan" menjadi utang pada orang lain, situasi dan kondisi saat ini, serta sistem pemerintahan dan birokrasi, yang dinilai belum memenuhi dan mendukung keberadaan juga kemajuan anak.

Karena telat, dan aku tak terlibat. Hanya bisa menikmati alur percakapan yang cenderung liar,,ditingkahi beragam meme serta emo plus stiker yang terkadang mengganggu. Namanya grup bersama, sah-sah saja dan mesti diterima, kan?

Jadi, usai maghrib tadi. Aku lontarkan satu pertanyaan lagi. "Siapa yang pagi tadi memeluk anaknya?"

Duapuluh menit, grup sunyi. Walau kulihat di info, pertanyaanku dibaca lebih dari setengah anggota grup. Hingga kemudian, satu-persatu memberikan jawaban dan komentar.

"Aku udah. Barusan!"

"Anak-anakku udah besar! Masa masih dipeluk?"

"Belum, Bang!"

"Aku belum punya anak. Jadi aku peluk calon ibunya aja!"

Jamaknya grup, kalau sudah ada satu jawaban nyeleneh, maka akan ditimpali oleh anggota yang lain, kan? Sebaiknya, itu tak usah aku tuliskan. haha...

Logo Hari Anak Nasional 2020 (sumber gambar : www.kalderanews.com)
Logo Hari Anak Nasional 2020 (sumber gambar : www.kalderanews.com)
Caraku Merayakan Hari Anak Nasional

Bagaimana caraku merayakan hari anak nasional dengan anak-anakku?

Hari ini, ketiga anakku berpuasa sunah. Sesuai keputusan anak-anak, menu berbuka puasa sesuai keinginan dan selera mereka. Yaitu ayam geprek, es dogan dan buah semangka.

Karena, aku pulang sudah terlalu sore, dan penjual es dogan dan semangka sudah tutup. Maka diganti potongan papaya plus sirup. Saat azan maghrib berkumandang dari masjid, anak-anakku sudah memegang gelas masing-masing dan bersiap untuk berbuka. Aku beraksi.

"Tunggu! Berdoa'a dulu!"

Anakku pun berdoa, dengan gaya masing-masing. Kemudian bersiap mereguk isi gelas.

"Jangan lupa baca Bismillah!"

"Sudah! Ayaaaah..."

"Sebentar! Hari ini kan, Hari Anak Nasional. Jadi..."

Aih. Aku tak lagi melanjutkan pidato singkatku. Anak-anak sudah sibuk dengan menu berbuka puasa mereka. Ada senyum puas, saat mereka berjamaah mengabaikanku. Kukira mereka sudah hapal jurus-jurus ngeyelku. Jadi, kubiarkan mereka menikmati sajian berbuka.

"Nah. sudah berbuka, kan? Jadi. Sebagai Anak, apa yang ..."

"Abang maghrib dulu, Yah!"

"Kakak juga!"

"Uni ikut! Giliran Abang jadi Imam, kan?"

Tuh. Ketiga anakku nyaris serentak meninggalkan meja makan, bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu. Jejangan anakku tak peduli tentang hari ini? Hiks...

Selamat Hari Anak Nasional. Mari ciptakan senyuman untuk mereka. Semampu kita!

Curup, 23.07.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun