Kukira, situasi itu yang dihadapi makanan rakyat bernama Klepon! Namanya kembali go public! Kupastikan, kaum rebahan akan segera menggali dan menyigi sejarah panjang keberadaan klepon di Nusantara.
Sama nasibnya, saat riuh tentang isu "ambil alih" pulau Sipadan dan Ligitan serta pulau Natuna. Linimasa media sosial penuh dengan rasa memiliki yang tinggi, sekalian buru-buru mencari tahu. Posisi pulau itu berada di Nusantara bagian mana.
Begitu juga saat lagu-lagu daerah yang diklaim sebagai milik negara tetangga. Berbagai jurus dan peluru dilancarkan dan diluncurkan. Bahkan, sempat "mengganggu" hubungan bilateral dua Negara. Terakhir, tentang kepemilikan awal Batik. Namun, tak begitu hangat!
Bagiku, hanya orang-orang jenius yang berani mengambil resiko, dan mampu menempuh cara berbeda, untuk kembali mengingatkan anak bangsa. Bahwa masih ada Klepon yang harus dibela!
Hanya orang-orang pilihan, yang memiliki kemampuan membangun dan memperhitungkan logika terbalik!
Ketika Indonesia terancam terpecah belah, hadir bingkai foto yang memenuhi profil pengguna media sosial, "Saya Indonesia!" atau "NKRI Harga Mati!". Saat keberadaan Pancasila terancam, profil berganti dengan "Saya Pancasila!".
Mungkin, ada pikiran, "Anda boleh lakukan apa saja di negeri ini. namun jangan pernah lakukan klaim! Jangan pernah!" Karena pasti berhadapan dengan aksi dan reaksi yang luar biasa. Akan ada banyak tagar disertai berbagai varian bingkai foto. Semisal?
"Saya Gado-gado!"
"Saya Nasi Padang!"
"Saya Rinjani!"
"Saya Selat Malaka!"