Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mungkinkah Marah Itu Cara Menutupi Rasa Takut?

1 Juli 2020   23:38 Diperbarui: 2 Juli 2020   15:55 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi salah satu reaksi ketika marah (Sumber gambar: pixabay.com)

Ada apa dengan kata marah?

Itu pertanyaan yang terlintas, ketika aku "kekenyangan" menyantap judul-judul artikel yang tersaji di media massa dan media sosial dalam beberapa hari terakhir.

Berawal dari unggahan video Presiden Jokowi yang berbicara dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara (18/6/20200). Selain kata marah, ada juga yang menyebut itu ungkapan jengkel, atau pernyataan gusar seorang pemimpin kepada pembantunya.

Untuk apa video tersebut diunggah? Bisa saja dimaknai, bahwa sikap dan pernyataan presiden itu memang ingin dijadikan konsumsi publik. Jawaban sederhananya, agar orang-orang di luar ruangan sidang tahu.

Tujuannya? Bisa bermacam-macam. Biar rakyat tahu, jika suasana sidang kabinet seperti itu. Biar rakyat paham, jika presiden bisa marah, dan menteri juga bisa kena marah. Biar rakyat mengerti, presiden dan menteri memikirkan negara. Dan biar-biar lainnya.

Aih, aku tak membahas tentang marah Presiden. Kali ini, aku mau menulis tentang kata marah saja. Tapi, secara kiramologiku.

Ilustrasi subjek dan objek marah (Sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi subjek dan objek marah (Sumber gambar: pixabay.com)
Menelaah Kata Marah
Jika berpijak pada KBBI V, marah itu bermakna "sangat tidak senang" (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya dan sebagainya). Tak spesifik dijelaskan alasan yang menyebabkan seseorang marah. Kukira, karena setiap orang bisa saja memiliki alasan berbeda, kan?

Jika kata marah dikaitkan dengan orang akan ada dua hasil. Orang yang marah (subjek), dan orang yang dimarahi (objek). Ketika kupakai rumpun ilmu kelirumologi, maka variannya:

Sudut Subjek: Orang yang Marah
Akan menjadi aneh bila seseorang marah tanpa alasan, kan? Bisa jadi marah itu karena harapan tak sesuai kenyataan. Atau melihat jalan mewujudkan keinginan ada yang tersendat. Atau lagi, menemukan sesuatu yang menghambat, sehingga menjadi terlambat.

Karena "tekanan" mewujudkan keinginan itu semakin lama semakin membesar, maka butuh cara instan untuk mengingatkan. Atau mencari sasaran antara untuk pelampiasan. Cara termudah, dengan marah. Sasarannya? Siapa saja yang dianggap layak.

Contoh? Lihat saja reaksi seorang anak, ketika keinginannya tak dipenuhi. Ada yang bereaksi dengan teriak-teriak, ada yang menangis selelah tenaga, bahkan ada juga yang bereaksi dengan aksi memukul orang lain atau malah menyakiti diri sendiri.

Apa pilihan yang akan dilakukan orangtua, jika anak begitu? Pertama. Pembiaran. Dengan maksud agar anak memahami, tak semua keinginan segera terwujud. Kedua. Memenuhi Keinginan, agar anak berhenti teriak-teriak, menangis, menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Sudut Objek: Orang yang Dimarahi
Tak pernah mudah menerima peran sebagai objek, apatah lagi sasaran amarah. Terasa berat ketika dianggap gagal mewujudkan harapan, bahkan bisa jadi terasa menyakitkan, ketika malah dianggap tak mampu mengukur kapasitas diri.

Padahal, bisa saja kegagalan itu karena adanya sumbatan komunikasi, namun tak terungkap sejak dini. Apa yang terjadi ketika menjadi sasaran amarah, namun tak memiliki "ruang" untuk melakukan pembelaan diri?

Coba bayangkan jika seorang anak diharapkan meraih nilai yang baik, dengan semua fasilitas yang disediakan. Akhirnya dimarahi dan dicap orangtuanya gagal, jika ternyata nilainya jeblok. Tapi, anak tak diberi peluang untuk menjelaskan persoalan yang dihadapi?

Apa pilihan anak? Pertama, mengakui "sebagai orang yang gagal", agar amarah segera mereda, pun bersiap menerima risiko amarah susulan dari orangtua. Kedua, berdiam diri, menjauh dengan melarikan diri atau malah bersembunyi, serta membiarkan apapun yang akan terjadi.

Ilustrasi menjadi objek yang dimarahi (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi menjadi objek yang dimarahi (sumber gambar: pixabay.com)
Mungkinkah Marah Itu Cara Menutupi Rasa Takut?
Walupun berbeda posisi, antara orang yang marah (subjek) dan orang yang dimarahi (objek). Gawatnya, keduanya memiliki hal yang sama, yaitu "rasa takut". Rasa takut karena keinginan gagal terwujud, akhirnya marah atau rasa takut dituduh sebagai penyebab kegagalan.

Dahsyatnya! Rasa takut itu, terkadang melampaui makna marah.

Bagi orang yang marah, karena "bumbu penyedap" sangat tidak senangnya semakin banyak. Marah menjadi "senjata cadangan" agar keinginan itu bisa terwujud. Perilaku yang jamak ditemui adalah: salah sedikit, marah! Lambat sedikit, marah. Pokoke marah!

Bagi objek dimarahi, jika satu atau dua kali mengalami, mungkin ada usaha untuk memperbaiki diri. Namun jika hal itu dilakukan berulang kali? Perilaku yang biasa ditemui adalah, rasa takut salah atau pasif menunggu.

Akhirnya? Menjadi tak kreatif, bahkan kontra produktif. Semisal di dunia kerja, bila dikaitkan dengan hubungan atasan dan bawahan. Situasi begini, bisa ambyar!

Atasan diam, dikira marah. Takut! Atasan tak tersenyum, dikira marah. Takut! Atasan batuk, dikira marah. Takut! Mungkin saja atasan bersin, dikira marah, terus takut?

Padahal, jejangan atasan marah itu, sesungguhnya menutupi rasa takut?

Ilustrasi kawat dan pohon kayu (Sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi kawat dan pohon kayu (Sumber gambar: pixabay.com)
Terlepas dari hal di atas...

Terkadang, peristiwa marah itu juga berdampak pada orang-orang terdekat, semisal karib kerabat dari pihak yang terlibat stau malah meluas hingga ke lingkungan sekitar. Mungkin dampak psikologis dalam interaksi sosial.

Seperti kisah sufi. Seseorang, bisa saja mencabut paku dari sebilah papan. Namun tak akan mampu menutupi jejaknya. Jikapun ada usaha lebih untuk menutupi itu, namun tak akan mampu menghapus ingatannya.

Jadi? Sudahkah berhenti marah hari ini? 

Curup, 01.07.2020
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun