Jadi, ketika tatap muka di kelas, sesudah perkenalan, langsung membuka buku pelajaran. Dan seharian  anak dikenalkan aneka huruf!
Kukira, sama saja seperti berjalan tanpa tujuan, tah? Karena anak terlupa diberikan "asupan gizi", apa gunanya mereka mesti belajar membaca?
Tahapan ini diperparah lagi. Karena konsep belajar sekolah dasar kita menerapkan konsep CALISTUNG (Membaca, Menulis dan Berhitung) di saat bersamaan. Jejangan, benak anak menjadi "kusut" menerjemahkan 3 kegiatan tersebut, tah?
Dahsyatnya, sekarang, malah saat TK sudah ditargetkan bisa membaca dan menulis. Lembaga  pendidikan usia dini yang mampu menghasilkan lulusan bisa membaca, menulis apalagi mengaji memiliki posisi tawar tinggi.
Orangtua pun, akan bangga, ketika anaknya saat masuk sekolah dasar, sudah memiliki kemampuan tersebut. Â Tapi, banyak anak yang mampu, Bang! Lah, iya! Kan anak-anak melakukan itu, sama seperti melangkah. Tapi, belum tahu, alasan mereka mesti melangkah?
Akan menjadi kendala, adalah seperti keluhan kedua. Ketika, anak-anak mulai diajak berfikir dan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana untuk menjelaskan dari apa yang mereka baca.
Sila dengarkan kejengkelan guru SD bahkan SMP, saat di kelas atau mengoreksi hasil ujian. Pertanyaannya lain, jawaban lain lagi.
"Padahal soal itu diambil dari buku, Bang!"
"Parah, Bang! Padahal jawabannya, udah ada di pertanyaan!"
Tuh! Anak-anak, bisa saja cepat dan mampu untuk membaca dan menulis. Tapi, belum tentu mereka memahami dari apa yang mereka baca dan mereka tulis, tah? Atau, malah salah mengerti pertayaannya? Sehingga jawabannya pasti salah!