Karena aturan dibuat bersama, maka semua musti sepakat mematuhi itu. Sebelum corona. Jatah anakku dalah sejak hari jum'at-minggu. Jatah waktunya? Mereka yang atur sendiri.
Namun, sejak corona. Karena kebutuhan akan sekolah, juga kegiatan dominan di rumah. Mereka bebas bermain ponsel. Dengan syarat, sudah selesai urusan belajar dan tugas sekolah. Dan aku kebagian memegang ponsel sesudah maghrib. Hiks..
Kedua. Membatasi Game di Ponsel.
Aku punya aturan, hanya boleh ada 3 game. Sila mereka putuskan sendiri game yang dipilih. Jika bosan atau mau mencoba permainan baru, maka harus ada yang dihapus. Jadi, rumusnya, "unggah satu, mesti hapus satu!"
Keuntungannya? Anak akhirnya selektif memilih dan yang bisa dimainkan oleh semua orang. Atau, mereka memilih game favorit masing-masing. Pokoke atur aja, maksimal 3! Apakah ada minta toleransi? Pernah, dan mereka sudah tahu jawabannya adalah "tidak!" Hihi..
Ketiga. Dahulukan Berdasarkan Prioritas.
Seperti pembatasan game. Begitu juga tentang jatah memegang gawai. Jika ada yang lebih membutuhan atau yang lebih penting, maka yang lain "harus mengalah"! termasuk aku sebagai ayah!
Kalau semua butuh di saat bersamaan? Biasanya berkaitan dengan bahan pelajaran atau tugas sekolah, maka hirarkis usia yang didahulukan! Dan aku, biasanya menjelaskan ke semua wali kelas tentang keputusan satu rumah, satu gawai. Kukira, mereka akan maklumi itu. Termasuk semua teman-temanku. Haha....
Biasanya, ketimbang menunggu giliran bermain gawai, anak-anak akhirnya terlatih mencari kegiatan alternatif lain, semisal menggambar, melukis atau menulis seperti kuurai di awal tulisan atau menonton televisi.
Targetku, mereka bisa membedakan "kapan butuh" dan "kapan merasa butuh". Selain belajar berbagi dan toleransi sesama mereka. Akupun masih percaya, sikap dan perilaku orangtua masih menjadi patron dominan bagi anak.Â