"Kalau Ayah sudah nulis, Kakak pinjam ponsel, ya?"
"Uni dulu, Kak! Mau kirim tugas!"
"Sudah Ashar sampai Maghrib, Abang, Yah! Mau setoran tahfihz!"
Ini contoh beberapa "pertempuran" dari ketiga anakku, jika berhubungan dengan gawai. Gegara, keputusanku yang melakukan aturan "satu rumah satu gawai".
Banyak yang menganggap aneh terhadap keputusan itu. selama beberapa tahun, sejak menggunakan ponsel pintar, situasi masih aman terkendali. Keriuhan antar anak, pasti ada, kan?Â
Apalagi situasi menjadi berbeda dan lumayan semrawut, saat wabah corona melanda. Ketika anak-anak "dirumahkan". Semua yang berhubungan dengan sekolah, terpusat pada gawai. Kebutuhan anak-anak meningkat drastis! Hiks..
Berkaitan dengan gawai, sebagai orangtua, aku punya beberapa alasan kenapa memilih menerapkan aturan satu rumah satu gawai ini. Aku tulis, ya?
Pertama. Antisipasi dan Proteksi Dini
aku termasuk ayah yang protektif jika kata preventif dianggap terlalu halus. Apatah lagi berkaitan dengan gawai. Sila cari di mesin pencari, dalam hitungan detik, akan ada ribuan artikel  tentang parenting, kesehatan hingga psikologi yang membahas ini, dengan kata kunci "dampak negatif gawai bagi anak".
Salah satu alasan sederhana yang aku kemukakan dan bisa kasat mata anak-anak buktikan, adalah semakin banyak anak-anak seusia mereka yang menggunakan kacamata akibat mengalami gangguan penglihatan.